Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan semakin ke sini, tax coefficient sektor pertambangan dan sektor konstruksi kurang terjaring.
Sebelumnya, tax coefficient ini merupakan perbandingan antara persentase penerimaan pajak dengan persentase sumbangan dalam produk domestik bruto (PDB).
Merujuk data Kementerian Keuangan, rata-rata tax coefficient sektor pertambangan pada tahun pada tahun 2012 hingga 2016 tercatat 1,4. Namun, hingga semester I-2020, tax coefficient sektor ini turun menjadi 0,66%.
Ia kemudian menuding, penurunan tax coefficient dari sektor pertambangan ini disebabkan oleh banyaknya fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah kepada sektor tersebut.
Baca Juga: Pemerintah berencana membebaskan denda administrasi bila kalah sengketa pajak
“Misalnya, smelter nikel. Dikasih banyak fasilitas yang bahkan di surga saja gak ada fasilitas ini. Indonesia lebih dari surga,” ujar Faisal dalam web seminar, Minggu (4/7).
Demikian juga di sektor konstruksi dan real estate, rata-rata tax coefficient pada tahun 2012 hingga 2016 tercatat 0,5. Sementara pada paruh pertama tahun ini hanya mencapai 0,48 saja.
Tentu saja ini menjadi salah satu batu sandungan dalam menambah pundi-pundi penerimaan negara. Faisal kemudian mengimbau, pemerintah mulai memberi obral fasilitas keringanan pajak.
“Hentikan obral fasilitas keringanan pajak, seperti tax holiday, khususnya di sektor pertambangan,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News