Reporter: Abdul Basith | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia akan menemui Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk membahas evaluasi Generalized System of Preference (GSP). Evaluasi GSP dilakukan secara rutin tiap tahunnya. Hal pertama yang dievaluasi adalah kesesuaian penerima GSP.
GSP merupakan fasilitas yang diberikan AS kepada negara berkembang untuk meningkatkan perdagangan. Namun, bila suatu negara sudah dianggap tidak layak mendapatkan GSP maka GSP dapat dicabut. "Tanggal 17 Juli, kami akan bertemu lagi menyampaikan bahwa kita masih layak dinyatakan sebagai negara yang eligible menerima GSP," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementeriam Perdagangan (Kemdag) Oke Nurwan usai rapat kerja bersama komisi VI DPR, Senin (9/7).
Setelah pembahasan suatu negara, evaluasi GSP baru melihat komoditasnya. Pasalnya tiap komoditas memiliki batasan.
Oke bilang, bila suatu negara mengekspor suatu komoditas melebihi batasan maka dianggap negara tersebut sudah tidak layak mendapat GSP. Namun, Indonesia akan menjelaskan kepada AS terkait batasan tersebut. "Kita bicarakan, walaupun misalnya sudah melebihi 20% tapi lebihnya baru satu dan belum berkelanjutan," terang Oke.
Pada pertemuan mendatang, Indonesia akan memberikan klarifikasi terkait evaluasi GSP. Evaluasi GSP yang dilakukan AS terhadap Indonesia dinilai tidak berkaitan dengan perang dagang.
Evaluasi tersebut dilakukan secara rutin. Jadi, kata Oke, bukan disebabkan oleh Indonesia dianggap penyebab defisit perdagangan AS. Asal tahu saja, sebelumnya Pemerintah AS menganggap Indonesia sebagai penyebab defisit perdagangan AS.
Ini menyusul perdagangan Indonesia terhadap AS yang terus meningkat. Namun, Oke mengatakan, peningkatan tersebut masih kecil dibandingkan dengan belanja AS. "Perdagangan Indonesia ke AS itu masih kecil hanya 1% kurang bila dibandingkan belanja AS," jelas Oke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News