Reporter: Indra Khairuman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Di tengah tekanan tinggi dari tarif yang diterapkan Amerika Serikat (AS), Indonesia berfokus pada ekspansi ekspor ke pasar non-tradisional, seperti Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika.
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekspor ke daerah-daerah tersebut menunjukkan tren yang baik, dengan banyaknya peluang untuk berbagai komoditas yang sesuai dengan permintaan lokal.
M Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menjelaskan bahwa Indonesia harus mempercepat penetrasi ke pasar non-tradisional yang selama ini kurang dikerjakan secara optimal.
Baca Juga: Menko Airlangga Bertemu Pejabat AS, Bahas Kelanjutan Negosiasi Tarif Resiprokal
“Kawasan potensial yang bisa menjadi target ekspansi ekspor, meliputi Asia Selatan (seperti India, Bangladesh, dan Pakistan), Timur Tengah (UEA, Arab Saudi, dan Mesir), Afrika (Nigeria, Afrika Selatan, dan Kenya), Eropa Timur (Rusia dan Serbia), serta Amerika Latin (Brasil, Meksiko, Chile),” ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Kamis (10/7).
Negara-negara tersebut memberikan prospek pasar yang besar karena adanya pertumbuhan konsumsi domestik yang tinggi.
Dalam tiga tahun terakhir, Rizal menjelaskan juga bahwa tren ekspor Indonesia ke pasar non-tradisional menunjukkan kenaikan, meski belum sepenuhnya stabil dan merata di setiap kawasan.
“Ekspor ke India, misalnya, mengalami lonjakan signifikan dari sekitar US$13 miliar pada 2021 menjadi hampir US$17 miliar pada 2023, terutama ditopang oleh produk energi dan logam seperti batu bara dan baja,” kata Rizal.
Selain itu, ekspor ke UEA milai mengalami pertumbuhan setelah perjanjian CEPA ditandatangani, dengan nilai eks[or meningkat dari US$2,9 miliar menjadi US$3,6 miliar pada periode yang sama.
Baca Juga: Negosiasi Lagi dengan AS, Indonesia Berharap Tarif Lebih Rendah dari Negara ASEAN
Di wilayah Afrika, meskipun jumlah ekspornya masih relatif kecil, pertumbuhannya cukup tinggi.
“Nigeria mencatat kenaikan sekitar 20% dalam dua tahun terakhir,” jelas Rizal.
Rizal juga mencatat bahwa Amerika Latin menunjukkan tren yang positif, terutama dalam ekspor produk pertanian, kimia dasar, dan otomotif. Namun, ia mengingatkan bahwa secara keseluruhan, kendala logistik dan akses pasar yang belum optimal tetap menjadi isu utama yang harus diatasi.
Karakteristik yang beragam dari pasar non-tradisional ini memerlukan pemetaan produk ekspor yang lebih strategis dan spesifik.
“Untuk kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan, komoditas yang paling relevan adalah produk-produk agro dan halal seperti CPO dan turunannya, makanan olahan bersertifikat halal, hasil pertanian tropis, dan rempah-rempah,” tambah Rizal.
Ia menegaskan bahwa di Afrika dan Amerika Latin terdapat peluang besar untuk produk manufaktur ringan seperti tekstil, alas kaki, kabel listrik, serta suku cadang otomotif, dan bahan baku industri seperti besi, baja, dan produk kimia.
Selanjutnya: Turnamen Domino Nasional Pecahkan Rekor, Dihadiri 3.000 Peserta dan 12 Provinsi
Menarik Dibaca: Dampak Polusi Udara dan Kasus Pneumonia pada Balita di Jakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News