Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Proses eksekusi aset Supersemar masih belum jelas kapan bakal dilakukan. Pasalnya, hingga saat ini Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menunggu kabar kekurangan data dari pihak eksekutor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Amir Yanto, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung mengatakan, pihaknya telah menyurati Pengadilan Negeri Selatan sejak 25 Ferbruari 2016 lalu.
"Dalam surat tersebut kami memohon informasi perkembangan eksekusi ," katanya, Jumat (11/3)
Sayangnya, sampai sekarang Kejagung belum mendapatkan surat balasan dari Pengadilan. Amir juga menyayangkan lambannya pihak Pengadilan yang tidak melakukan komunikasi atas kurang lengkapnya data aset Supersemar.
Sebelumnya, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna mengaku, proses eksekusi masih belum dilakukan lantaran data yang diberikan oleh Kejagung belum disertai identitas lengkap seperti bank asal rekening, nama pemilik tanah, dan lainnya.
Sampai saat ini, data yang diberikan Kejagung adalah 113 rekening deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 m2 di Jakarta dan 8.000 m2 di Bogor, serta 6 unit kendaraan roda empat.
Made mengaku sampai saat ini masih belum mengetahui surat yang dikirim oleh Kejagung. Dia bilang, proses eksekusi menunggu perintah dari Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Aswandi.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, total ganti rugi yang nantinya ditarik oleh Panitera sekitar Rp 4,4 triliun.
Sekadar mengingatkan, perkara ini bermula saat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung yang mewakili pemerintah Indonesia pada 27 Maret 2008 silam.
Otomatis, Yayasan Supersemar yang didirikan mendiang Presiden Soeharto harus membayar ganti rugi kepada negara sebesar US$ 105 juta dan Rp 46 miliar.
Tak terima, pihak Yayasan mengajukan kasasi ke MA. Dalam tingkat kasasi pun, putusan tersebut ditolak. Majelis kasasi menguatkan putusan pengadilan negeri dan menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar ganti rugi Rp 185 miliar.
Sayangnya, dalam putusan kasasi tersebut ada kesalahan ketik nilai ganti rugi yang seharusnya Rp 185 miliar menjadi Rp 185,91 juta. Ingin membenarkan, Kejaksaan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung pada September 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News