kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Eks Dirut Merpati divonis bebas


Selasa, 19 Februari 2013 / 19:07 WIB
Eks Dirut Merpati divonis bebas
ILUSTRASI. Pemerintah tetapkan target indikatif hingga Rp 12 triliun pada lelang SUN pekan depan


Reporter: Yudho Winarto |

JAKARTA. Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airline, Hotasi DP Nababan mungkin tidak menyangka. Pasalnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memutuskan untuk memvonis bebas dari seluruh dakwaan dugaan korupsi pengadaan dua pesawat jenis Boeing 737-500 dan 737-400.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Hotasi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara sah dan bersama-sama. Membebaskan terdakwa Hotasi dari segala dakwaan," ujar Hakim Pangeran Napitupulu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (19/2).

Tak hanya itu, Majelis Hakim juga meminta jaksa untuk memulihkan nama hak dan martabatnya Hotasi terkait kasus ini. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai penyewaan dua pesawat sudah sesuai dan mempertimbangkan unsur kehati-hatian.

"Tidak terbukti melanggar hukum," ujarnya.

Selain itu, selama menjalani persidangan Hotasi selalu bersikap sopan dan kooperatif. "Terdakwa memiliki tanggungan keluarga," ujarnya.

Ternyata, putusan Majelis Hakim memvonis bebas Hotasi tidak secara bulat. Lantaran satu dari tiga hakim, yakni Hakim Hendra Yospin berpendapat berbeda (dissenting opinion).

Dirinya berpendapat Hotasi melanggar dakwaan subsider Pasal 3 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana pasal UU 20 Tahun 2001.

"Dissenting opinion, mengemukakan pendapat berbeda, tentang kekuasaan kehakiman seperti yang diuraikan, menimbang bahwa Hotasi Nababan baik secara sendiri dan bersama Tony, diancam pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU tipikor," jelasnya

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut Hotasi empat tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan ini sama juga terhadap Tony Sudjiarti, mantan manajer pengadaan pesawat Merpati.

Atas putusan ini, Hatosi sangat bersyukur lantaran Majelis Hakim yang tegas mengambil keputusan ini. "Ini masih ada harapan di republik ini melihat keputusan berdasarkan adil dan benar," katanya.

Sementara itu, Jaksa Ariawan sejauh ini masih pikir-pikir dan segera akan mempelajari putusan ini. "Ini kan belum final, kami belum terima putusan, tapi sudah kami rekam seluruhnya. Kami akan pelajari untuk mengambil langkah selanjutnya," ujarnya.

Sebagai informasi, Pada 18 November 2006, Hotasi menandatangani Perjanjian Sewa-Menyewa (Lease Agreement Summary Of Term) dengan perusahaan Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) Inc. Pesawat yang disewa yakni pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500.

Kedua pesawat itu masih dimiliki oleh East Dover Ltd. Pada 20 Desember 2006, Hotasi melakukan penandatanganan kontrak sewa dengan TALG Inc. Keesokan harinya, Hotasi memerintahkan transfer uang US$ 1 juta melalui Bank Mandiri ke rekening pengacara Hume and Associates.

Tetapi, sampai waktu ditentukan, dua pesawat itu tidak diantar oleh TALG Inc. Sementara duitnya diambil oleh John Cooper dan Direktur Utama TALG Inc., Alan Messner. Sementara itu, Kuasa Hukumnya Junivert Girsang menyatakan perkara ini merupakan perkara perdata. Hal itu merujuk pada hasil BPK April 2007 lalu.

Selain itu, hasil penyelidikan di Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri pada September 2007, dan Kejaksaan melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Bidang Intelejen (Jam-Intel) semua menyatakan tidak ada tindak pidana korupsi dalam perkara tersebut.

Bahkan, KPK melalui surat Nomor : R-33898/40-43/2009 tanggal 27 Oktober 2009 menyatakan kasus perjanjian sewa pesawat dan penyerahan Security Deposit oleh pihak PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) tidak memenuhi ketentuan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999. Karenanya, Juniver melanjutkan, KPK tidak melanjutkan penanganan kasus ini karena lebih bersifat perdata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×