Reporter: Ferry Saputra | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 berada di bawah 3% dan diperkirakan akan tetap di kisaran 3% untuk lima tahun ke depan.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal berpendapat melemahnya perekonomian global juga akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
"Oleh karena itu, saya memperkirakan ekonomi Indonesia akan jatuh di bawah 5%. Saat outlook pada November 2022, kami memperkirakan berada di level 4,5% sampai 5%. Jadi, artinya berpotensi di bawah 5%," ucap dia kepada KONTAN.CO.ID, Selasa (11/4).
Baca Juga: Agar Ekonom RI Makin Kuat, Pemerintah Siapkan Sederet Program Prioritas
Selain kondisi perekonomian global yang cenderung melambat, Faisal menerangkan adanya normalisasi kebijakan moneter dan fiskal dalam negeri akan memengaruhi sektor riil. Hal itu juga yang akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meskipun demikian, dia memprediksi pada 2024 ke depan diperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sedikit lebih bagus dibanding tahun ini. Namun, dengan catatan kondisi global juga sudah lebih kondusif.
Faisal menyampaikan pemerintah harus bisa berupaya ekstra agar perekonomian domestik bisa bergerak lebih bagus pada kondisi saat ini. Sebab, di tengah perlambatan atau pelemahan harga komoditas dunia, berarti ekspektasi ke depan pertumbuhan ekspor makin lama makin melambat.
"Jadi, ada potensi surplus perdagangan makin tipis. Ketika windfall yang biasa didapatkan besar dari net ekspor tersebut berkurang di 2023, berarti Indonesia harus memperkuat dari sisi domestik," ujarnya.
Baca Juga: IMF Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Global di Kisaran 3% dalam 5 Tahun ke Depan
Faisal menilai sampai saat ini pertumbuhan ekonomi domestik masih di bawah pencapaian prapandemi Covid-19 apabila dilihat dari konsumsi rumah tangga dan Investasi.
Oleh karena itu, dia mendorong sebaiknya konsumsi rumah tangga yang berkontribusi hampir 60% terhadap PDB agar tumbuh lebih tinggi, paling tidak seperti kondisi sebelum pandemi Covid-19.
"Artinya, kebijakan fiskal dan moneter harus memperhatikan daya beli baik dari sisi pengendalian inflasi, ciptaan lapangan kerja, kemudahan usaha, dan lainnya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News