Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah diprediksi akan terus terjadi setidaknya hingga akhir kuartal II-2018. Kendati begitu, para ekonom optimistis rupiah akan tetap berada di bawah Rp 14.000 hingga akhir tahun 2018.
Per 20 April 2018, rupiah semakin melemah ke Rp 13.804 dari hari sebelumnya yang ada di level Rp 13.778. Pelemahan itu cukup signifikan, pasalnya kurs rupiah memulai bulan ini dengan Rp 13.765.
Pelemahan itu diprediksi akan terus terjadi, setidaknya hingga kuartal II-2018. Pasalnya, Juni merupakan bulan dimana emiten membagikan dividen pada para investor.
"Dari dalam negeri, setelah Juni mudah-mudahan jumlah devisa yang keluar sudah menurun," ujar Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Aset Manajemen kepada Kontan.co.id Minggu (22/4).
Kendati begitu, pelemahan rupiah bisa saja terjadi hingga akhir tahun ini. Pasalnya, risiko kenaikan suku bunga acuan The Fed hingga empat kali, serta perang dagang China vs Amerika Serikat telah menunjukan dampaknya.
"Yang menjadi kekhawatiran saat ini, tentu kontribusi eksternal. Kenaikan Federal Fund Rate (FFR) empat kali dan perang dagang membuat permintaan pasar akan dollar semakin meningkat. Itulah mengapa bukan hanya rupiah saja yang melemah, tapi juga mata uang Asia lainnya," ujar Lana.
Ekonom BCA David Sumual menambahkan, ekspektasi kenaikan FFR bukan hanya melemahkan rupiah, tapi juga mata uang Malaysia dan Thailand.
"Jangankan rupiah, mata uang Malaysia dan Thailand yang current accountnya surplus saja mengalami pelemahan," ujar David.
Kondisi neraca perdagangan Indonesia di kuartal I-2018 memang diyakini berpotensi memperburuk keadaan.
"Pelemahan rupiah utamanya disebabkan faktor fundamental, yaitu kondisi neraca perdagangan yang baru surplus di bulan Maret setelah tiga bulan sebelumnya selalu mengalami defisit," ujar Muhammad Faisal, ekonom CORE Indonesia.
Faisal berpendapat pemerintah harus dapat memperbaiki kondisi neraca perdagangan untuk menjamin stabilitas rupiah dalam jangka panjang.
Faisal dan David memprediksi rupiah akan tetap berada di bawah Rp 14.000 hingga akhir tahun ini. Hal itu disebabkan oleh kondisi makroekonomi yang masih sehat.
"Untuk jangka pendek, peningkatan suku bunga global terbukti tidak sampai mendorong pelemahan yang tajam, selain itu Bank Indonesia juga masih memiliki cadangan devisa yang cukup besar," sebut Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News