Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyatakan bahwa penjaminan utang dan pelaksanaan proyek Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak memberatkan ruang fiskal. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa risiko fiskal dari utang BUMN relatif kecil.
Ia mengatakan, risikonya hanya sekitar maksimum 6% dari PDB. Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, apabila diukur hanya menggunakan rasio utang BUMN terhadap PDB, tidak bisa menggambarkan kondisi secara utuh.
Menurutnya, perlu dihitung debt to service ratio utang dari BUMN. “Perlu dihitung misalnya debt to service ratio utang BUMN yang makin membesar menandakan kemampuan arus kas bersih perusahaan dalam membayar kewajiban pinjaman jangka pendek terus menurun,” kata Bhima kepada KONTAN, Minggu (8/10).
Ia melanjutkan, hal ini belum lagi ditambah dengan risiko fluktuasi nilai tukar rupiah yang membuat utang BUMN yang bentuknya valas seperti global bond menjadi semakin tinggi risikonya. Apabila risiko itu tidak segera dimitigasi kreditur akan meminta bunga utang yang lebih tinggi.
“Saran saya kementerian BUMN bersama dengan BPK perlu audit ulang kinerja utang BUMN khususnya yang sedang merugi akibat penugasan pemerintah,” ujarnya.
Bhima mengatakan, DSR dari PLN misalnya, sudah dibawah 1. Padahal perjanjian kontrak dengan kreditur, DSR-nya di atas 1.5, “Jadi ada pelanggaran resiko utang yang dilakukan PLN. Wajar Menteri Keuangan cemas,” ucapnya.
Oleh karena itu, menurut Bhima, internal BUMN harus berbenah. Proyek yang tidak mungkin dilakukan harus di-stop dan fokus dulu perbaiki keuangan internal. Selain itu, Kementerian BUMN juga perlu mempublikasikan kinerja pengelolaan utang dan resikonya secara transparan ke masyarakat.
“Jadi bisa diawasi bersama khususnya perusahaan BUMN yang publik,” ujarnya.
Suahasil mengatakan, apabila menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara, rasio utang dianggap aman bila di bawah 60% terhadap PDB. “Itu masih jauh dari angka 60%. Nah, dari yang dialokasikan sekitar 6% itu, yang terpakai baru sekitar 1/10 nya saja dari 6%,” ujar dia.
Menurut Suahasil, yang berkewajiban membayar utang tersebut adalah BUMN meskipun utang tersebut dijamin pemerintah, mengingat kegunaannya adalah untuk membangun proyek pemerintah. Oleh karena itu, peran pemerintah bukan serta merta menjamin utang tersebut untuk semua BUMN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News