kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom ini menolak jika BI kembali awasi bank, apa alasannya?


Jumat, 18 September 2020 / 09:00 WIB
Ekonom ini menolak jika BI kembali awasi bank, apa alasannya?
ILUSTRASI. Ekonom ini menolak jika BI kembali awasi bank, apa alasannya? REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Adi Wikanto

 JAKARTA. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sedang menyiapkan Revisi Undang-Undang (RUU) Bank Indonesia tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Salah satu poin krusial dalam beleid ini adalah pengawasan bank yang dikembalikan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).

Hal tersebut sebagaimana dalam Pasal 34 RUU BI yang menyebutkan, tugas mengawasi bank yang selama ini dilaksanakan oleh OJK dialihkan kepada BI. Pengalihan tugas mengawasi bank oleh BI dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023.

Baca Juga: Pengawasan bank akan dialihkan ke BI, ini pendapat ekonom

Adapun, proses pengalihan kembali fungsi pengawasan bank dari OJK kepada BI dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad tidak setuju dengan beleid yang diajukan oleh Baleg DPR RI.

Menurutnya, fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB) harus berada dalam satu sistem kelembagaan. Artinya, tidak bisa dipisahkan.

“Semua terkait, akan terputus-putus nanti pengawasannya kalau terpisah begitu. Ketika pengawasan persoalan sumbernya sama, di pasar modal banyak perusahaan terbuka ada di situ, dan pasti berkaitan dengan perbankan,” kata Tauhid kepada Kontan.co.id, Kamis (17/9).

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani tegaskan pentingnya kerja sama perpajakan internasional

Menurut Tauhid, bila beleid tersebut diundangkan, maka fokus BI sebagai bank central yang memiliki mandat menjaga stabilitas moneter melalui nilai tukar rupiah dan inflasi akan terpecah belah.

“BI Fokus dengan tugasnya yang sekarang saja. Menurut saya, naskah ini memang diajukan dalam situasi kedaruratan saat pandemi. Lantas, mau semudah itu mengubah independensi BI, tapi ketika pandeminya sudah berakhir dicabut lagi aturan barunya,” ujar Tauhid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×