Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini pemerintah menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 378,29 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dari target APBN tahun lalu yang sebesar Rp 275,42 triliun.
Bila dirinci, target PNBP SDA sebesar Rp 190,75 triliun yang terdiri dari sektor migas sebesar Rp 159,77 triliun, dan sektor non migas sebesar Rp 30,97 triliun, target pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan (KND) ditargetkan sebesar Rp 45,58 triliun, penerimaan PNBP lainnya sebesar Rp 94,06 triliun dan pendapatan BLU sebesar Rp 47,8 triliun.
Dengan begitu, dibandingkan sektor lainnya penerimaan SDA migas berkontribusi paling besar atau sebesar 42,2% terhadap total PNBP tahun ini. Tahun lalu, penyumbang penerimaan PNBP terbesar pun berasal dari penerimaan SDA migas. Realisasi penerimaan PNBP yang mencapai 147,79% dari target APBN, disebabkan meningkatkan rata-rata harga komoditas yakni harga minyak bumi dan batu bara.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) tahun ini masih akan di bawah asumsi makro atau akan berada di kisaran US$ 60 hingga US$ 70 per barel. Karena itu, dia menilai harga ICP akan berdampak pada target PNBP yang tak tercapai.
"Sebenarnya masih terlalu dini untuk menyimpulkan, tetapi kemungkinan besar kalau melihat tren ICP sampai akhir tahun yang masih berada di bawah US$ 70 per barel memang akan berdampak target PNBP tidak tercapai," ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Jumat (22/02).
Januari ini, ICP sebesar US$ 56,55 per barel. Meski masih di bawah asumsi makro, tetapi penerimaan PNBP dari sektor SDA tak terlalu jauh berbeda dengan tahun lalu, dimana penerimaannya tumbuh 0,69% yaar on year (yoy) menjadi Rp 9,8 triliun. Penurunan penerimaan SDA migas pun hanya menurun 1,45% yoy menjadri Rp 7,28 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Askolani pun mengatakan, saat ini masih terlalu dini untuk memproyeksi PNBP. Menurutnya, PNBP baru bisa diperkirakan setelah melihat perkembangan penerimaan selama 6 bulan berjalan dan pemerintah baru akan memproyeksi penerimaannya di Desember 2019.
"Karena APBN dihitung untuk 12 bulan berjalan. Bukan ditentukan oleh angka realisasi 1 - 2 bulan berjalan, yang bisa berubah kapanpun perkembangan indikator makronya sejalan dengan perkembangan global yang juga terus berfluktuatif," ujar Askolani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News