Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memproyeksikan pembayaran bunga utang pada 2022 akan sebesar Rp 400 triliun sampai Rp 450 triliun jika asumsi defisit anggaran bisa ditekan hingga 4,3%-4,8%.
“Terkait dengan proyeksi bunga utang di 2022 ini akan bergantung dari beberapa variable seperti penerimaan negara dan belanja negara. Problemnya adalah penerimaan negara sangat bergantung pada perkembangan harga komoditas yang booming. Akan tetapi dengan pelarangan seperti ekspor batubara pasti akan berpengaruh pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan Pajak Penghasilan (PPh) ekspor, ini yang harus diwaspadai,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (5/1).
Terkait belanja negara, Bhima mengkritisi adanya rencana pembangunan mega proyek besar yang akan dikebut pemerintah di 2022 ini. Jika pembangunannya akan dikebut, maka biaya yang dikeluarkan pemerintah akan sangat besar.
Terutama untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru sehingga pembiayaanya akan menjadi beban.
Baca Juga: Investor Domestik Serbu Lelang SUN Perdana Tahun 2022
Kemudian, ia juga menyinggung akumulasi beban utang pemerintah selama pandemi Covid-19 ini yang kian meningkat, sehingga mulai akan berdampak kepada bunga utang di 2022.
Pemerintah berharap dengan adanya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang akan mulai di implementasikan di 2022 ini akan mengurangi pembiayaan utang dan menekan pembayaran bunga utang ke depannya.
Kendati demikian, Bhima mengatakan, adanya UU HPP masih belum bisa diandalkan untuk menekan bunga utang di 2022. Sebab masih dalam ketidak pastian. “Misalnya saja pada Tax Amnesty jilid II, apakah akan berhasil atau tidak, apakah nilainya akan sama atau tidak seperti Tax Amnesty jilid I,” tutur Bhima.
Selain itu, implementasi pajak karbon yang akan difokuskan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) juga dinilai masih belum jelas dan optimalisasinya masih belum bisa diharapkan.
Menginat dari sisi tarif listriknya belum naik dan akhirnya hanya akan membebankan kepada pihak PLN saja.
“Saya kira stimulus-stimulus pajak juga masih akan diberikan di 2022, sehingga dan akan menggerus realisasi penerimaan pajak. Ini yang juga harus dipertimbangkan. Sehingga di 2022 ini masih tinggi ketidak pastian dan pembiayaan utang masih akan meningkat perkiraanya,” ucap Bhima.
Baca Juga: Ekonom Perkirakan Pembayaran Bunga Utang Pemerintah di 2022 Meningkat
Sehingga Bhima menghimbau agar pemerintah bisa mengendalikan defisit dan menekan pembiayaan utang. Salah satunya melalui penerimaan pajak meskipun variablenya sulit karena memerlukan reformasi dan birokrasi yang struktural.
Kemudian, mengatur variabel belanja dengan lebih memprioritaskan belanja berdasarkan outputnya, terutama pada belanja yang sifatnya birokratis. Seperti belanja barang dan pegawai yang harus diatur lebih efisien di 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News