kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.478.000   -4.000   -0,27%
  • USD/IDR 15.689   -199,00   -1,28%
  • IDX 7.500   4,04   0,05%
  • KOMPAS100 1.164   2,85   0,25%
  • LQ45 928   -2,21   -0,24%
  • ISSI 226   1,20   0,53%
  • IDX30 478   -1,94   -0,40%
  • IDXHIDIV20 574   -2,42   -0,42%
  • IDX80 132   0,11   0,08%
  • IDXV30 142   0,35   0,24%
  • IDXQ30 160   -0,44   -0,28%

Ekonom: BI maju soal aturan utang korporasi


Kamis, 08 Januari 2015 / 19:55 WIB
Ekonom: BI maju soal aturan utang korporasi
ILUSTRASI. Periksa Limit Transfer BRI Sesuai Jenis Kartu ATM dan Transaksi Nasabah


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengatur korporasi non bank dalam membuat laporan penerapan prinsip kehati-hatian pengelolaan utang luar negeri (ULN). Apabila korporasi yang bersangkutan salah membuat laporan, BI dapat mengenakan sanksi atas ketidakbenaran atau keterlambatan laporan.

Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko berpendapat, pada dasarnya alasan BI mengeluarkan berbagai aturan ULN adalah untuk mengerem ULN. Bagi korporasi adanya aturan pelaporan ULN berikut sanksinya akan menghambat korporasi dalam berutang. Namun, hal ini penting dalam konteks makroprudensial.

Menurut Prasetyantoko, sanksi yang diberikan BI dari sisi nominal tidaklah besar dan tidak bisa menjamin korporasi untuk melaporkan utangnya dengan benar. Akan tetapi yang paling penting adalah BI sudah maju selangkah. "Selama ini aturan BI belum ada konsekuensinya," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Kamis (8/1).

ULN korporasi terutama non bank sudah patut diwaspadai karena pertumbuhannya yang pesat mengalahkan pertumbuhan ULN pemerintah. Kalau terjadi sesuatu pada korporasi, maka akan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi sehingga sangat perlu diatur.

Sebagai informasi, tata cara dan ketentuan pelaporan ULN termuat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non Bank. Laporan yang harus dibuat korporasi non bank bernama laporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (KPPK).

Direktur Eksektutif Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati mengatakan ada empat ketentuan laporan yang harus diikuti oleh korporasi non bank sebagai pelapor KPPK. Pertama, laporan KPPK yang disampaikan secara triwulanan. Laporan ini berisikan  keterangan dan data mengenai aset dan kewajiban valuta asing (valas) non audited yang wajib disampaikan sejak data triwulan I 2015.

Kedua, laporan KPPK yang telah melalui prosedur atestasi. Ia menjelaskan, laporan ini berisikan keterangan dan atau informasi hasil penilaian oleh akuntan publik independen terhadap laporan KPPK pada triwulan IV secara audited.

Ketiga, informasi pemenuhan peringkat utang. Peringkat utangnya harus BB- untuk dapat melakukan pinjaman luar negeri. Ini berlaku untuk ULN yang ditandatangani atau diterbitkan sejak 1 Januari 2016. "Dengan adanya peringkat rating, kalau pinjam jadi tidak terlalu mahal karena ratingnya bagus," ujar Hendy, Kamis (8/1).

Keempat, laporan keuangan. Pelapor KPPK harus memberikan laporan keuangan perusahaannya secara triwulanan non audited dan laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit. Kalau korporasi tidak menyampaikan laporan atau ada ketidakbenaran dalam laporan maka BI akan memberikan sanksi.

Tidak heran BI waspada akan kondisi ULN korporasi. Data terbaru BI mencatat ULN korporasi pada bulan Oktober 2014 sebesar US$ 161,29 miliar, di mana korporasi non bank dari 2.600-an pelapor tercatat US$ 129,27 miliar. Dari total korporasi non bank US$ 129,27 miliar, yang baru dihedging belum sampai 30%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×