kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.172   20,00   0,12%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Ekonom BCA nilai BI perlu melonggarkan likuiditas


Jumat, 22 Februari 2019 / 17:18 WIB
Ekonom BCA nilai BI perlu melonggarkan likuiditas


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) merilis pertumbuhan kredit pada tahun lalu sebesar 11,75%. Sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh 6,5%. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pada pertumbuhan DPK menunjukkan kondisi likuiditas yang ketat. Untuk itu, BI perlu mengeluarkan kebijakan pelonggaran likuiditas.

"Jadi memang perlu kebijakan untuk melonggarkan likuiditas," jelas Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/2).

Giro wajib minimum (GWM) bisa saja dilonggarkan. Apalagi tujuannya untuk fleksibilitas mengatur likuiditas. Kendati demikian, David melihat kebijakan makroprudensial sudah cukup maksimal. Untuk batas pelonggarannya pun, David percaya BI sudah punya hitungan yang reliabel.

"Itu terserah BI itu kan sekian persen bisa melonggarkan berapa puluh triliun, kira-kira berapa yang membuat pertumbuhan dana lebih bagus," jelas David.

Kendati demikian, David melihat pertumbuhan DPK tahun ini akan cukup bagus. Dia menjelaskan, salah satu indikator yang sangat berpengaruh pada likuiditas adalah kepemilikan asing. "Di awal tahun terbantu oleh likuiditas pasar modal terutama kepemilikan asing," jelas David.

BI mencatat pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) selama tahun 2018 tercatat sebesar Rp 207,8 triliun (gross), turun dibandingkan dengan capaian pada 2017 sebesar Rp 299,4 triliun (gross).

Sebelumnya BI memang menegaskan akan menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Supaya perbankan bisa mendorong kredit dan tidak perlu menaikkan suku bunga kredit.

"Kita harapkan memang tidak akan ada kenaikan suku bunga di kredit," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo saat konferensi pers, Kamis (21/2).

Kebijakan ini ditempuh BI untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Bagaimana perbankan tetap bisa mendorong pembiayaan ekonomi ke sektor riil. Utamanya untuk sektor prioritas seperti usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), ekspor, pariwisata maupun industri 4.0.

Dengan kebijakan yang sedang dikaji, BI berharap bisa mendorong kredit perbankan terus naik hingga 12%. Kendati demikian, BI tetap akan berupaya mendorong pertumbuhan kredit perbankan lebih tinggi dari 12%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×