kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom BCA: Kebijakan moneter bisa dilonggarkan


Kamis, 21 Juli 2016 / 19:30 WIB
Ekonom BCA: Kebijakan moneter bisa dilonggarkan


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menganalisa, keputusan BI mempertahankan BI rate di level 6,5% karena otoritas moneter masih ingin melihat efektivitas transmisi kebijakan. Namun, David melihat ruang pelonggaran moneter masih ada.

Menurut David, BI masih fokus terhadap pelonggaran kebijakan moneter yang telah dilakukan sejak akhir tahun lalu baik melalui BI rate maupun giro wajib minimum (GWM). Tak hanya itu, BI juga ingin melihat efektivitas kebijakan lainnya, yaitu dari kebijakan pemerintah.

"BI ingin melihat transmisinya perlahan dan menjelang perubahan mekanisme baru, yaitu ke BI seven day reverse sepo rate," kata David, Kamis (21/7).

Menurut David, ruang pelonggaran moneter ke depan masih tetap ada. Dari sisi eksternal, hal tersebut didukung oleh kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed yang tidak terlalu agresif. Di sisi domestik, ruang tersebut didukung oleh inflasi yang rendah, bahkan bisa ke batas bawah kisaran BI dan pemerintah sebesar 3%-5%.

"Masih bisa dua kali lagi (penurunan suku bunga acuan). Itu maksimum. Kalau inflasinya bisa di batas bawah, 3%," tambahnya.

Meski dipertahankan, David melihat respon positif dari investor yang tercermin dari sedikit penguatan rupiah. Di pasar spot, rupiah ditutup menguat 0,10% ke level Rp 13.099 per dollar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini.

David mengatakan, investor merespon dipertahankannya BI rate karena otoritas moneter tampak ingin menata kebijakan lain sejalan dengan dilakukannya kebijakan Tax Amnesty melalui pendalaman pasar finansial dan memperbanyak instrumen investasi dana repatriasi.

Ke depan, Tax Amnesty masih akan menjadi sentimen positif bagi rupiah. Menurutnya, rupiah bisa menguat hingga di bawah Rp 13.000 per dollar AS. "Tetapi kurs rupiah yang terlalu kuat juga tidak baik," kata David. Menurutnya, level Rp 13.000-Rp 13.500 per dollar AS merupakan nilai tukar sesuai fundamentalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×