Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih akan mencetak surplus. Namun, Bank Mandiri melihat surplus neraca perdagangan akan menyusut pada Juli 2022.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman meramal surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2022 hanya sebesar US$ 3,85 miliar. Angka ini menyusut dari surplus Juni 2022 yang mencapai US$ 5,09 miliar.
"Surplus neraca perdagangan Juli 2022 diperkirakan menyusut menjadi US$ 3,85 miliar pasca-pencabutan larangan ekspor minyak sawit," ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Jumat (12/8).
Baca Juga: Ekonomi Indonesia 2022: Antara Kenaikan Suku Bunga, Harga Komoditas dan Geopolitik
Menurut dia, harga komoditas di tingkat global masih akan mendukung kinerja ekspor Indonesia. Meski begitu, kekhawatiran resesi global juga mulai memberikan tekanan. Faisal meramal pertumbuhan ekspor pada Juli 2022 mencapai 23,01% year on year (yoy), atau lebih kecil dari capaian pada Juni 2022 yang sebesar 40,67% yoy.
Proyeksi tersebut disebabkan oleh mulai turunnya harga komoditas yang menjadi unggulan Indonesia di tingkat global, seiring bertambah gejolak ekonomi yang penuh ketidakpastian.
"Hal ini disebabkan oleh penurunan harga batubara dan crude palm oil (CPO), penurunan Baltic Dry Index yang menunjukkan volume perdagangan global yang lebih lambat, dan perlambatan impor China dari Indonesia," kata Faisal.
Baca Juga: IHSG Kokoh Disokong Inflow dan Data Ekonomi Domestik
Sementara untuk impor, Faisal memperkirakan pada Juli 2022 akan tumbuh lebih kuat sebesar 31,02% yoy dibandingkan dengan Juni 2-22 yang hanya sebesar 21,98% yoy. Hal ini dikarenakan adanya penurunan kasus Covid-19 varian Delta, PMI Manufaktur yang meningkat menjadi 51,3 pada Juli 2022, dan ekspor China ke Indonesia yang dilaporkan menguat.
"Impor diperkirakan akan tetap solid seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan terus meningkat," ucap Faisal.
Lebih lanjut, Faisal bilang, neraca transaksi berjalan pada tahun 20222 masih akan mencatatkan surplus namun dengan nilai yang lebih kecil, yaitu hanya sebesar 0,03% dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini didorong oleh harga komoditas global yang sudah mulai mereda di tengah kekhawatiran resesi global, sehingga hal ini dapat berisiko melemahnya kinerja ekspor di tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News