Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target pertumbuhan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029 dinilai sulit dicapai, karena adanya efisiensi anggaran pemerintah.
Dalam skenario pemerintah, pertumbuhan ekonomi pada 2025 ditargetkan sebesar 5,3%, lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2025 sebesar 5,2%. Kemudian, pertumbuhan ekonomi ditargetkan tumbuh 6,3% pada 2026, tumbuh menjadi 7,5% pada 2027, tumbuh menjadi 7,7% pada 2028, dan tumbuh meningkat menjadi 8% pada 2029.
Ekonom Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, bila melihat pertumbuhan ekonomi dalam 10 tahun, akan cukup menantang untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 5 tahun ke depan.
Baca Juga: Prabowo Bidik Ekonomi Tumbuh 8% di 2029, Konsumsi Rumah Tangga Naik 7,27%
Salah satu faktornya adalah karena beberapa komponen pendorong pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi pemerintah ditargetkan tumbuh meningkat. Konsumsi pemerintah ditargetkan 6,66% pada 2025, kemudian meningkat menjadi 8,40% pada 2029. Target konsumsi pemerintah ini meningkat dari 2024 yang mencapai 6,51%.
Namun, pada awal tahun ini, kebijakan penghematan dan realokasi anggaran menjadi tantangan tersendiri. Sebagaimana diketahui, pemerintah melakukan efisiensi anggaran kementerian/Lembaga (K/L) dan transfer ke daerah (TKD) total sebesar Rp 308 triliun. Anggaran tersebut rencananya akan digunakan untuk investasi BPI Danantara.
“Proses relokasi anggaran jika tidak dilakukan secara hati-hati dan melihat kemampuan belanja K/L di level pusat dan juga kemampuan fiskal pemerintah daerah justru akan menjadi tekanan untuk mencapai target pemerintah di tahun 2025,” tutur Yusuf kepada Kontan, Kamis (27/2).
Selain itu, Yusuf juga menilai untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor prioritas, terutama industri manufaktur, juga tidak mudah. Dalam 10 tahun terakhir, industri manufaktur mengalami pertumbuhan yang stagnan.
Beberapa permasalahan utama dalam sektor ini antara lain rendahnya ekspor produk manufaktur bernilai tambah tinggi serta keterkaitan yang masih lemah dengan rantai pasok global. Menurutnya, dua faktor ini menjadi hambatan besar bagi industri manufaktur untuk tumbuh sesuai harapan pemerintah.
Faktor lain yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah penurunan kelas menengah yang terjadi bahkan sebelum pandemi Covid-19.
“Saya kira juga akan ikut mempengaruhi upaya pemerintah dalam mendorong target pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara umum,” ungkapnya.
Selanjutnya, Yusuf melihat, insentif bagi kelas menengah saat ini masih relatif terbatas, sehingga pemerintah menghadapi tantangan dalam meningkatkan konsumsi rumah tangga untuk menopang pertumbuhan ekonomi lima tahun ke depan.
“Sehingga sulit untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 2029 yang mencapai 8%,” tandasnya.
Baca Juga: Program MBG dan 3 Juta Rumah Dinilai Tidak Signifikan Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8%
Selanjutnya: Finetiks & Bank Victoria Tawarkan Tabungan Digital dengan Imbal Hasil Hingga 6,25%
Menarik Dibaca: Finetiks & Bank Victoria Tawarkan Tabungan Digital dengan Imbal Hasil Hingga 6,25%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News