CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Duh! Rasio Penerimaan Negara Sulit Mendaki Lebih Tinggi


Selasa, 07 Mei 2024 / 19:20 WIB
Duh! Rasio Penerimaan Negara Sulit Mendaki Lebih Tinggi
ILUSTRASI. Deretan gedung bertingkat di Jakarta dilihat dari ketinggian, Minggu (5/5/2024). (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi

"Sayangnya korelasi antara pajak dan harga komoditas itu relatif kuat sehingga ketika harga komoditas melandai ini juga akan ikut mempengaruhi menurunnya potensi penerimaan pajak itu sendiri," katanya.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan melambat pada tahun iniĀ  juga akan ikut berpengaruh terhadap potensi penerimaan pajak yang akan didapatkan oleh otoritas terkait.

"Saya kira potensi untuk tercapainya target itu masih terbuka. Namun ini akan juga ditentukan bagaimana kondisi perekonomian terutama di semester kedua nanti," imbuhnya.

Sayangnya Yusuf tidak memiliki hitungan berapa angka ideal rasio penerimaan negara untuk negara berkembang. Namun idealnya, rasio penerimaan negara harus mengikuti atau bahkan lebih tinggi dari rasio belanja negara pada tahun berikutnya.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky mengatakan bahwa tingginya angka informalitas kerja di Indonesia menyebabkan terbatasnya penerimaan yang bisa dikumpulkan oleh pemerintah.

"Memang salah satu hambatan utamanya adalah aspek informalitas. Jadi karena informalitas kita yang tinggi, serapan tenaga kerja yang kemudian bisa berkontribusi terhadap perpajakan pun juga relatif rendah dibandingkan negara lain," kata Riefky.

Asal tahu saja, pada Februari 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk Indonesia yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 84,13 juta orang atau setara 59,17% dari total penduduk bekerja.

"Ini menjadi salah satu alasan utama kita kemudian penerimaan negara kita relatif terbatas," kata Riefky.

Di sisi lain, dirinya juga menilai terbatasnya penerimaan negara juga disebabkan oleh otoritas fiskal yang kurang agresif dalam menggali potensi penerimaan negara, khususnya dari pos pajak.

"Tentu ada aspek di situnya, bahwa memang perlu peningkatan dari sisi tingkat aktifnya pemerintah dalam menggali potensi penerimaan pajak, tapi salah satu alasan utamanya memang dikarenakan informalitas," imbuh Riefky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×