Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan bunga acuannya sebesar 25 basis points (bps) dari level sebelumnya sebesar 4,25%. Dengan demikian, bunga acuan BI (BI 7-day reverse repo rate) menjadi 4,5%. Ada dua alasan kenapa BI menaikkan suku bunga acuan bulan ini.
Pertama, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, keputusan ini dilakukan BI untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian yang cukup tinggi di pasar keuangan dunia, termasuk adanya rebalancing likuiditas dunia.
Menurutnya, kondisi ekonomi global semakin kuat dan diperkirakan tumbuh 3,9% di tahun ini, naik dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 3,8%. Penguatan tersebut salah satunya ditopang oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS).
Dengan demikian, suku bunga acuan The Fed akan mengalami kenaikan sebanyak tiga hingga empat kali di tahun ini dan dilanjutkan dengan kenaikan sebanyak dua atau tiga kali di tahun depan. Hal ini menjadi faktor utama yang diperhatikan BI dalam melakukan penyesuaian suku bunga acuannya.
Kenaikan bunga acuan The Fed yang teratur tersebut, lanjut Agus, membuat negara-negara maju juga melakukan normalisasi kebijakan moneternya. Dengan demikian, era bunga yang tinggi mulai terealisasi secara bertahap.
Kedua, BI juga memerhatikan peningkatan defisit fiskal AS yang diperkirakan mencapai 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini dan 5% dari PDB di tahun depan. Peningkatan defisit fiskal itu akan berpotensi meningkatkan kebutuhan pembiayaan sehingga US Treasury yang diterbitkan akan lebih besar.
"Dan berdampak pada yield US Treasury yang cenderung meningkat. Kami amati sejak akhir April, yield US Treasury mendekati 3%, melebihi 3%, turun, dan kembali sekarang di atas 3%," ujar dia.
Hal tersebut berdampak pada adanya aliran dana dari negara berkembang termasuk Indonesia yang mengarah ke AS. Sehingga, menimbulkan penguatan dollar AS dan adanya risiko depresiasi mata yang negara negara di dunia, termasuk Indonesia.
"BI ingin yakini adanya depresiasi ataupun ekspektasi depresiasi yang dapat menimbulkan risiko ke inflasi. Kami juga tak ingin depresiasi berdampak ke inflasi dan kembali ke depresiasi. Maka kami merespons dengan bauran kebijakan ini dan kami yakini bauran kebijakan ini akan menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News