Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Edy Can
JAKARTA. Parlemen menolak usulan Rancangan Undang-Undang Kerjasama Teknik Militer Rusia dan Indonesia. Komisi I DPR berdalih kerjasama kedua negara tidak perlu diratifikasi dalam sebuah undang-undang.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kerjasama militer tidak wajib diratifikasi lewat undang-undang. "Kerjasama ini dapat dilanjutkan oleh pemerintah melalui ratifikasi dalam bentuk peraturan presiden saja," ujar Mahfud dalam pandangan Komisi I DPR dalam Rapat Paripurna, Selasa (21/9).
Namun, untuk membahas apa saja yang perlu diatur dari kerjasama itu, Komisi I DPR meminta dibentuk Panitia Kerja (Panja) bersama dengan pemerintah. Karena, Mafhud menyatakan, kersajama kedua negara harus menguntungkan Indonesia terutama dalam sumber pengadan alat utama sistem pertahanan (alutsista). "Supaya, Indonesia tidak menggantungkan pengadaan alutsista pada suatu negara saja. Yang berbahaya jika terjadi embargo," ujar Mahfud.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyakinkan, kerjasama ini bisa meningkatkan kekuatan militer nasional karena bisa menjadi salah satu sumber untuk revitalisasi industri alutsista. Sebelumnya pada Juni lalu, Presiden telah menyampaikan surat pada DPR yang isinya mengajukan RUU tentang Persetujuan Kerjasama Teknik Militer Rusia-Indonesia. Komisi I DPR dan perwakilan pemerintah sudah beberapa kali membahas soal pengajuan RUU ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News