Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta klarifikasi pemerintah atas pemborosan anggaran di PT Perusahaan Listrik Negera (PLN) yang mencapai Rp 37 triliun. Langkah dewan ini berangkat dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Effendi Simbolon, Wakil Ketua Komisi Energi (VII) DPR, mengatakan, pemborosan anggaran itu berpotensi merugikan negara. "Kami menilai penyebab utama timbulnya kerugian negara sebesar Rp 37 triliun akibat buruknya sistem manajerial di sektor energi, minyak dan gas," katanya, Senin (22/10).
Menurut Effendi, berdasarkan hasil audit BPK terlihat jelas bahwa ada tindak pidana di sektor hulu listrik. "Temuan BPK tersebut juga sudah memenuhi unsur-unsur jika dilanjutkan ke pihak penegak hukum, tapi kami ingin klarifikasi dulu," ujarnya.
Sedianya, kemarin (22/10) Komisi VII DPR menggelar rapat kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, dan PLN guna membicarakan temuan BPK itu. Tapi, rapat terpaksa ditunda hingga besok (24/10) lantaran Menteri ESDM Jero Wacik dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tidak hadir dalam rapat tersebut.
Catatan saja, hasil pemeriksaan BPK tertanggal 16 September 2011 menyebutkan, terjadi pemborosan anggaran di PLN Rp 37 triliun akibat penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit listrik mereka. Masing-masing Rp 17,9 triliun pada 2009 dan Rp 19,69 triliun pada 2010. PLN semestinya menggunakan gas karena harganya lebih murah sehingga mereka bisa menghemat anggarannya.
Tapi, Nur Pamudji, Direktur Utama PLN, bilang, pemanggilan oleh DPR tidak terkait dengan adanya dugaan kerugian negara dalam temuan BPK itu. "Tapi, klarifikasi atas kehilangan kesempatan PLN menghemat anggaran," kilahnya. Dia menambahkan, selama ini perusahaannya masih memakai BBM karena sejumlah pembangkit listrik tidak mendapat pasokan gas.
Rudi Rubiandini, Wakil Menteri ESDM, menyatakan, tidak adanya pasokan gas ke PLN lantaran produknya tidak tersedia. "Terus masalahnya kalau barang itu ada, mau didahulukan ke mana pasokan gas tersebut," ujarnya.
Sesuai keputusan pemerintah, Rudi mengungkapkan, prioritas pasokan gas yang pertama adalah untuk perusahaan pupuk. Baru untuk PLN dan kemudian untuk kebutuhan industri lainnya. Minimnya suplai gas gara-gara sebagian besar gas dari perut bumi kita diekspor ke negara lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News