Reporter: Agus Triyono, Emma Ratna Fury | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Tak seperti biasa, ruang rapat Komisi XI DPR penuh sesak pada Senin (2/9) kemarin. Ya, ada sekitar 150 orang yang mengaku nasabah korban investasi emas bodong mengadukan nasibnya kepada Anggota DPR Komisi XI.
Mereka mengaku sebagai nasabah perusahaan investasi emas PT Gold Bullion Indonesia (GBI), PT Makira Nature, PT Lautan emas, PT Trimas Mulia, PT Peresseia Mazekadwisapta Abadi (Primaz), dan PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Meskipun, agenda sidang hari itu sejatinya hanya untuk mendengarkan keluhan nasabah GBI.
Di meja pimpinan Komisi XI tampak beberapa orang anggota DPR yang mendengarkan keluh kesah mereka. Seperti Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Aziz, didampingi oleh Arif Budimanta, Andi Timo Pangerang, Maruarar Sirait, dan Andi Rahmat.
Elva Tazar, nasabah GBI asal Surabaya tampak puas setelah menyampaikan unek-unek ke hadapan wakil rakyat. Setidaknya, ia mendapatkan angin segar untuk berharap uang kejeblos di investasi emas bisa kembali. "Saya datang ke sini itu jihad, mempertahankan hak saya," katanya.
Ia sejenak lupa jika harus keluar duit banyak untuk bisa datang ke ruang sidang itu. Maklum, ia harus dua kali membeli tiket pesawat, lantaran tiket pertama hangus akibat ia terlambat datang ke Bandara Juanda Surabaya.
Eva tergiur investasi GBI pada awal 2013, saat perusahaan investasi asal Malaysia itu memperkenalkan produk investasi emas di salah satu hotel mewah di Surabaya.
Elva kian keblinger, setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi sertifikat halal atas produk investasi emas GBI. Alhasil duit Rp 250 juta pun rela ia tanam dengan harapan mendapatkan bonus (atthoya) 2,5% per bulan.
Bukannya untung yang ia raih, justru buntung yang ia dapat. Terhitung sejak Maret 2013, GBI tidak lagi memberikan imbal hasil investasi.
Terlebih Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin usahanya. "Saya tertipu. Demi Allah saya masuk GBI karena sertifikat MUI," kata Elva berapi-api.
Nasibnya ini juga dialami ribuan nasabah lainnya. Nasabah menyebut ada 2.500 nasabah GBI dengan total tagihan mencapai Rp 1,2 triliun.
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis yang memimpin rapat, menyatakan kesediaannya untuk membantu nasabah tersebut untuk menyelesaikan proses pengembalian dana mereka. Pada pertemuan itu, Harry sempat menyalahkan nasabah mengapa mau menanamkan duit di investasi yang tidak jelas legalitasnya ini.
Rencananya, Selasa (10/9) depan, DPR akan memanggil Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Satgas investasi, Kepala BKPM, Kapolri dan pimpinan perusahaan investasi emas tersebut untuk meminta penjelasan. DPR ingin memastikan apa yang sudah dilakukan oleh otoritas dan penegak hukum dalam menangani kasus investasi ini. "Harus ada pertanggungjawaban, kalau ada pelanggaran yang sifatnya administratif harus pecat," tegasnya.
Anggota DPR Andi Rahmat, menambahkan, pemanggilan lembaga tersebut juga dilakukan untuk mencegah adanya upaya cuci tangan mereka sebagai otoritas yang mengawasi produk investasi. Selain itu, DPR sekaligus ingin memastikan kebijakan apa kebijakan pemerintah untuk mencegah terulangnya kasus investasi bodong ini.
Andi meminta pemerintah tegas. "Kalau ternyata ditemukan indikasi penyimpangan, asetnya perlu di-freeze, sampai ada audit baru diputuskan apakah perusahaan seperti itu boleh jalan atau tidak," tandasnya.
Kini nasabah investasi emas sedikit terobati oleh respon positif Komisi XI. Mengingat, berbagai langkah ditemui mulai dari Pengadilan sampai melapor ke Kepolisian dan sejumlah institusi yang terkait. "Tapi hasilnya sama saja, nihil," kata perwakilan nasabah GBI, Ahmadi.
Meski tak ada jaminan uang nasabah investasi emas ini bisa kembali, semoga janji politisi Senayan ini bukan sekadar untuk mencari simpati agar bisa terpilih lagi pada pemilihan legislatif pada tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News