Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan mengubah ketentuan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil listrik. Untuk mobil listrik jenis battery electric vehicle (BEV) Pasal 36 (Ps 36) tarif PPnBM dibandrol sebesar 0%. Tujuannya, untuk menarik uang para investor mobil yang 100% menggunakan baterai tersebut.
Kendati demikian, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai pemerintah perlu mengkaji ulang insentif fiskal tersebut. Menurutnya, ada tiga latarbelakang pemerintah yang patut dipertanyakan.
Pertama, perbedaan tarif PPnBM jenis-jenis mobil listrik sudah bukan menyoal emisi karbon saja seperti mobil konvensional. Tapi, dampak lingkungan yang diakibatkan oleh baterai bekas sisa mobil listrik.
“Kalau kita menggunakan argumentasi BEV, sudah bukan lagi soal emisi. Perbandingannya antara yang mengkonsumsi energi fosil dan elektrik tidak equal. Kendaraan bermotor masalahnya pengolahan dan daur ulang baterainya, harus tahu dulu bagaimana mengelola risiko ini? Jadi dasar argumentasi pemerintah sangat sulit didapatkan,” kata Misbakhun saat rapat kerja dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (15/3).
Baca Juga: Menkeu klaim kenaikan tarif pajak mobil listrik jadi pemanis bagi investor
Kedua, ambang batas nilai investasi yang ditetapkan sebesar Rp 5 triliun belum memerinci. Anggota fraksi Partai Golkar tersebut mengatakan pemerintah harus berani memastikan besaran investasi tersebut benar-benar berasal dari foreign direct investment (FDI). Bukan investasi yang datang dari mitra investor asing yang berada di dalam negeri.
“Kalau dikonversi ke valuta asing sekitar US$ 500 juta dollar AS, apakah sebuah kepantasan yang layak untuk melepas PPnBM-nya? pemerintah yang tau threshold ini , karena ini akan menjadi trade off nya kita tidak bisa mendapatkan suatu lebih karena adanya insentif,” ujar Misbakhun.
Ketiga, bahan baku industri mobil listrik telah berubah. Misbakhun menyampaikan teranyar Tesla Inc. telah mengkonvergensi teknologi beberapa komponen mobil listri dari yang menggunakan nikel menjadi besi.
Ini lantas akan menjadi masalah terhadap ekosistem mobil listrik dengan minat investasi. Sebab, pemerintah sebelumnya membanggakan produksi nikel dalam negeri sebagai bahan baku utama mobil listrik.
Baca Juga: Sri Mulyani usulkan tarif PPnBM mobil listrik naik hingga menjadi 14%
“Maka ini yang harus didalami oleh pemerintah, insentif yang berlebihan akan menjadi disinsentif bagi sektor yang lain,” kata dia.