Reporter: Rella Shaliha | Editor: Test Test
JAKARTA. Langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit kasus tukar guling alias swap antara minyak Chevron Pacific Indonesia sebesar 50.000 barel dengan gas milik Conoco Philips mendapat dukungan penuh dari DPR. Soalnya, Senayan, tempat wakil rakyat bermarkas, melihat kejanggalan dalam kontrak kerjasama dua perusahaan tambang asing itu. Tjatur Sapto Edi, anggota Komisi Pertambangan alias VII, bilang Conoco mengikat kontrak dengan Chevron dengan harga minyak yang rendah. Nah, "Kalau BPK memeriksa kontrak tersebut bisa ditemukan celah potensi kerugian negara yang hilang," tandas anggota Fraksi Partai Amanat Nasional ini di Jakarta, Senin (1/9).
Kejanggalan lainnya, ada penurunan produksi minyak Chevron yang dulunya bisa mencapai 500.000 sampai 600.000 barel sehari menjadi tinggal 380.000 saja. Makanya, "Kami mendorong BPK untuk mengaudit kontrak ini secara benar-benar supaya praduga-praduga yang selama ini muncul bisa tuntas," tegas Tjatur.
Senada dengan Tjatur, anggota Komisi VII lainnya Jaka Singgih menyatakan, "Praduga ini muncul dengan pertanyaan apakah pertukaran ini sudah ada konfirmasi dan diskusi ke pihak-pihak terkait, misalnya dari DPR, BP Migas dan Depkeu?" ujar anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Sebetulnya, Tjatur menambahkan, Komisi VII sudah mengawasi penyelesaian kasus tukar guling Chevron dengan Conoco tersebut sejak tahun lalu, baik dengan meminta laporan dari pemerintah maupunĀ Badan Pengatur usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas).
Bahkan Kepala BP Migas yang lama, Kardaya Warnika, berjanji masalah swap itu bakal selesai April tahun kemarin. Tapi kenyataannya, setahun berlalu kasusnya tidak kunjung kelar. "Sekarang kami tagih hasil audit BPK dan mari kita hilangkan swap itu menjadi transaksi jual-beli biasa dengan harga yang wajar," tegasnya. Pemeriksaan BPK atas kasus swap antara dua kontraktor migas ini sendiri mendekati tahap akhir. "Sudah hampir rampung, mudah-mudahan setengah bulan lagi selesai," kata Kepala Auditor VII A BPK Bambang Widjayanto.
Sementara ini, Bambang mengungkapkan, Conoco adalah pihak yang paling diuntungkan dari perjanjian tersebut. Soalnya, mereka mendapat harga minyak yang rendah dari kontrak dengan Chevron waktu itu. Kemudian, perusahaan ini menjual ke pasar internasional ketika harga emas hitam sedang tinggi-tingginya. Sehingga, keuntungan Conoco berlipat.
Hasil audit tersebut merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk menentukan jumlah produksi minyak tahun depan. Rencananya, mulai 2009 besok, BP Migas secara resmi akan memasukkan minyak milik Chevron yang 50.000 barel itu ke dalam lifting nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News