kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

DPR: Diversifikasi energi sulit diharapkan di 2018


Rabu, 23 Agustus 2017 / 18:22 WIB
DPR: Diversifikasi energi sulit diharapkan di 2018


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Anggota Komisi VII DPR Rofi Munawar dari Fraksi Partai PKS pesimistis dengan arah pengembangan diversifikasi energi nasional yang tercantum dalam nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2018.

Rofi mengatakan bahwa Nota Keuangan APBN 2018 semakin menegaskan bahwa proyeksi lifting minyak terus menurun sejak tahun 2015. "Situasi ini memberikan gambaran tidak adanya terobosan terhadap peningkatan produksi dan kelemahan dalam mendiversifikasi energi secara nasional," kata Rofi dalam siaran pers, Rabu (23/8).

Ia mencontohkan, terkait realisasi perkembangan lifting minyak di APBN tahun 2016, lifting minyak Indonesia mencapai 825.000 barel per hari (bph), turun di APBN P tahun 2017 sebesar 815.000 bph dan di tahun 2018, pemerintah hanya mematok lifting di angka 800.000 bph.

Sementara untuk lifting gas terus naik dari tahun 2016 sebesar 1.193 mmscfd, tahun 2017 sebesar 1.150 mmscfd dan tahun 2018 sebesar 1.200 mmscfd.

Di sisi lain, perkembangan diversifikasi energi juga tidak banyak berubah. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konfigurasi bauran energi (enery mix) masih didominasi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 33,8%, gas 23,9%, batubara 34,6% dan 7,7% berbasis energi baru terbarukan (EBT).

Maka dari itu, Rofi bilang, postur APBN tahun 2018 jika dicermati, sejak tahun 2016 menunjukan bahwa diversifikasi energi tidak banyak berubah. "Situasi ini menunjukkan bahwa belum adanya keseriusan dalam mengembangkan energi alternatif yang ramah lingkungan dan berorientasi jangka panjang (sustainable)," imbuh Rofi.

Rofi juga mengingatkan, subsidi energi yang semakin besar di tahun 2018 sekitar Rp 172.407,9 triliun harus diorientasikan kepada sektor publik secara transparan, efektif dan tepat sasaran. Selain itu juga, diharapkan dapat menjadi daya pendorong konsumsi energi publik yang semakin produktif.

Sebagai informasi, angka subsidi naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 168.876,8 triliun rupiah. "Kenaikan subsidi energi harus diorientasikan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik dan mampu mendorong produktifitas nasional, bukan sekedar program populis yang tidak memberikan dampak yang besar kepada perbaikan konsumsi publik," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×