kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ditjen Pajak undang Tere Liye bertemu bahas pajak


Rabu, 06 September 2017 / 14:48 WIB
Ditjen Pajak undang Tere Liye bertemu bahas pajak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - Penulis buku Tere Liye lewat laman Facebook-nya mengumumkan sudah memutuskan kontrak dengan dua penerbit besar Indonesia. Alasannya, pemerintah selama ini tidak adil terhadap profesi penulis buku, karena dikenakan pajak lebih tinggi dari profesi-profesi lainnya.

Hal itu mendapat respons dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu). Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, anggapan Tere yang menilai bahwa pajak memberatkan penulis buku adalah kesalahan persepsi.

Untuk itu, pihaknya akan mengundang Tere ke Kantor Pajak untuk membahas soal keluhan tersebut, “Nanti siang. Di kantor pajak saya undang,” katanya di Gedung DPR RI, Rabu (6/9), usai rapat bersama Komisi XI.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya melalui Direktur Jenderal Pajak akan memanggil Tere untuk berbicara mengenai keluhan tersebut.

"Pajak penulis akan ditangani Dirjen Pajak, kami akan bertemu dengan (penulis) yang bersangkutan," ujar Sri Mulyani, Rabu.

Sebelumnya, dalam tulisannya di laman Facebook tersebut, Tere mengaku sudah menyampaikan persoalan terkait pajak ini kepada pemerintah, termasuk Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan Badan Ekonomi Kreatif. Namun, menurut pengakuannya, permintaan bertemu untuk menyampaikan persoalan ini tidak pernah digubris.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pangkal masalah ini ada pada PPh Pasal 23 atas royalti penulis buku, yang dipotong 15% atas jumlah bruto. Menurut Yustinus, hal ini menjadi kejam karena umumnya jatah royalti penulis itu 10% dari penjualan sehingga cukup kecil.

Dengan begitu, tarif PPh pemotongan untuk royalti penulis sebaiknya diturunkan agar lebih fair, masuk akal, dan membantu cash flow penulis. Apalagi pembayaran royalti biasanya berkala secara semesteran.

“Di sinilah isu fairness relevan. Hak mengkreditkan sebenarnya sudah bagus, terlebih jika diimbangi restitusi yang lebih mudah dan cepat,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×