Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Walaupun sudah mengalami penuruan target pajak ternyata Direktorat Jenderal Pajak tetap melihat target tersebut sulit tercapai. Dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013, proyeksi penerimaan pajak mencapai Rp 916,435 triliun.
Sementara proyeksi penerimaan dari potensi wajib pajak dari 30 kantor wilayah dan ditambah wajib pajak besar hanya sebesar Rp 849,527 triliun. Sehingga masih ada gap antara target yang diminta pemerintah dengan kemampuan Ditjen Pajak sebesar Rp 66,9 triliun. Untuk mencari perbedaan tersebut, Ditjen Pajak berniat melakukan program-program yang disebut sebagai ekstra effort menggali potensi penerimaan pajak tersebut.
Pertama adalah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa sektor usaha seperti real estate (properti), perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Pemeriksaaan berskala besar ini diproyeksi dapat menggali potensi pajak hingga mencapai Rp 40 triliun. Untuk akan pertama diperiksa adalah untuk sektor usaha properti.
Karena menurut Ditjen Pajak, selama ini pajak yang dikenakan adalah berdasarkan nilai jual obyek pajak (NJOP), padahal seharusnya menggunakan nilai jual. Apalagi kenyataannya harga NJOP jauh dibawah nilai jual sebenarnya. Hal ini akan mulai dilakukan pada Juni mendatang. Dari sini potensi pajaknya pun diperkirakan mencapai Rp 30 triliun.
Sementara untuk sektor lainnya, masih membutuhkan waktu karena sedikitnya jumlah pegawai pajak. Nah potensi penggalian pajaknya dari sektor tambang dan sawit sebesar Rp 10 triliun.
Cara kedua adalah dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi wajib pajak orang pribadi. Hal ini dapat dilakukan dengan rencana Sensus Pajak Nasional. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany menyebut target dari rencana ekstensifikasi dan intensifikasi ini sebesar Rp 6 triliun. "Kami tidak berani menargetkan terlalu besar," katanya, Kamis (30/5).
Ketiga adalah dengan mengincar perbaikan di sektor pajak pertambahan nilai. Ini terkait dengan masalah data yang belum lengkap didapat oleh Ditjen Pajak dari lembaga-lembaga terkait. "Banyak data yang belum didapat, seperti kerahasian rekening bank kan sulit," tambahnya. Target dari sisi ini akan mencapai Rp 5 triliun.
Dan terakhir adalah dengan pencairan tunggakan pajak yang diproyeksi bisa mencapai Rp 16 triliun. "Ini pencairan tunggakan maksimum yang bisa kami lakukan. Sulit sebenarnya untuk minta dicairkan," pungkasnya.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menyebut bahwa penurunan penerimaan pajak tahun ini lebih karena adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi, penerapan kebijakan kenaikan PTKP dan perlambatan ekspor komoditas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News