Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Fahmi Sadiq, tersangka dugaan korupsi proyek penyediaan konsultasi pendataan dan pemetaan satuan pendidikan Tahun Anggaran (TA) 2010 dan 2011 di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengajukan permohonan penangguhan dan pengalihan penahanan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Permohonan ini diajukan dengan pertimbangan asas kesetaraan dalam hukum (Equality Before the Law).
Dea Tunggaesti, kuasa hukum Fahmi Sadiq, menyatakan, Fahmi Sadiq selaku Direktur Utama PT Surveyor Indonesia (SI) sebagai penandatangan perjanjian proyek TA 2010 telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak 4 Februari 2014. Sebelumnya, Mirma Fadjarwati Malik, selaku Direktur Operasional SI sebagai pihak yang mendatangani perjanjian proyek untuk TA 2011 ditahan pada 16 Desember 2013.
Namun, beberapa hari kemudian, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Mirma dengan alasan kemanusiaan, yakni masih memiliki anak kecil. "Klien kami juga mempunyai alasan kemanusiaan yang reasonable. Saat ini, kondisi kesehatan Fahmi memburuk karena sakit yang sudah diderita sejak lama dan butuh perawatan khusus," katanya melalui siaran pers diterima KONTAN, Jumat (4/4).
Dea melanjutkan, selama proses penyidikan hingga kini, Fahmi bersikap koorperatif menjalani pemeriksaan serta tidak menghilangkan maupun menghalangi proses penyitaan barang bukti oleh pihak penyidik. Selain itu, sikap kooperatif Fahmi juga diperkuat dengan adanya jaminan dari pihak keluarga. “Berdasarkan alasan ini kami meminta pihak Kejaksaan dapat mengabulkan permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan klien kami,” ujar Dea Tunggaesti.
Sekadar informasi, proyek konsultasi pendataan dan pemetaan satuan pendidikan di Kemendiknas yang dikerjakan oleh SI terbagi dalam dua tahap, yakni TA 2010 senilai Rp 85,787 miliar dan TA 2011 senilai Rp 45,805 miliar. Berdasarkan audit general Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terjadi kelebihan pembayaran oleh Kemendiknas kepada SI senilai 55,216 miliar. Berdasarkan rekomendasi BPK, Kemendiknas meminta SI mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut sebelum akhir tahun 2013.
SI telah melakukan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut dengan melakukan tiga kali pembayaran, yakni masing-masing pada 18 Oktober 2013 sejumlah Rp 9,202 miliar, pada 30 Oktober 2013 sejumlah Rp 36,810 miliar, dan 7 November 2013 sejumlah Rp 9,202 miliar.
Sementara, Muzakir, pakar hukum pidana menjelaskan, penahanan merupakan kewenangan yang diberikan kepada penyidik sehingga tidak boleh dimaknai sebagai hak hukum yang diberikan kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk melakukan tindakan hukum berupa penangkapan maupun penahanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News