Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Selama Perang Dunia II, meski periodenya singkat, semua wilayah di Malaya dan Laut China Selatan dikuasai oleh militer Jepang. Sengketa dengan China Dalam kasus perselisihan di kawasan Laut China Selatan, Indonesia tak sendirian. Beijing bersengketa dengan enam negara sekaligus di Asia Tenggara yang perbatasan lautnya saling tumpang tindih.
Baca Juga: Prabowo ingin diplomasi damai dengan China di Laut Natuna, ini alasannya
Di luar negara ASEAN, China juga berseteru dengan Taiwan soal klaim di wilayah laut yang membentang seluas 3 juta kilometer persegi itu. Dasar yang digunakan China mengklaim sebagai pemilik Laut China Selatan adalah nine dash line, wilayah perairan China membentang luas sampai ke Provinsi Kepulauan Riau, yang jaraknya ribuan kilometer jauhnya dari daratan utama Tiongkok.
Wilayah yang masuk dalam nine dash line yakni melingkupi Kepulauan Paracel yang juga sama-sama diklaim Vietnam dan Taiwan, hingga laut di Kepulauan Spatly dimana China bersengketa dengan Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunai Darussalam.
Baca Juga: Pemerintah Indonesia perketat penjagaan di Perairan Natuna pasca klaim China
Panjangnya nine dash line China atas klaim hampir seluruh Laut China Selatan, membuat negara itu bersengketa secara tumpang tindih dengan wilayah ZEE negara-negara tetangga Indonesia. Klaim sembilan garis putus- putus Tiongkok berdampak hilangnya perairan Indonesia seluas lebih kurang 83.000 km2 atau 30 persen dari luas laut Indonesia di Natuna.
Luas laut negara-negara lain, seperti Filipina dan Malaysia, berkurang 80%, Vietnam 50%, dan Brunei 90%. Selain menggunakan dasar nine dash line, China juga mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China. China dengan peta resminya yakni haijiang xian nei (batas garis laut teritorial), tidak mengakui zona ZEE yang disepakati oleh PBB lewat UNLOS.
Baca Juga: Kapal China masuk Indonesia, Susi: Tangkap dan tenggelamkan
Nine dash line yang tergambar dalam haijiang xian nei, dibuat sejak pemerintahan Kuomintang atau nasionalis China pimpinan Chiang Kai Shek. China menciptakan garis demarkasi yang mereka sebut sebagai 'eleven dash line'.
Berdasarkan klaim ini China menguasai mayoritas Laut China Selatan termasuk Kepulauan Pratas. Kemudian wilayah Macclesfield Bank serta Kepulauan Spratly dan Paracel yang didapat China dari Jepang usai Perang Dunia II. Klaim ini tetap dipertahankan saat Partai Komunis menjadi penguasa China pada 1949.
Namun, pada 1953, pemerintah China mengeluarkan wilayah Teluk Tonkin dari peta 'eleven-dash line' buatan Kuomintang. Pemerintah Komunis menyederhanakan peta itu dengan mengubahnya menjadi nine dash line' yang kini digunakan sebagai dasar historis untuk mengklaim hampir semua wilayah perairan Laut China Selatan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Diapit Malaysia, Kenapa Natuna Malah Gabung Indonesia?"
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News