Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law mengubah substansi penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter. STR ini akan berlaku seumur hidup dari sebelumnya berlaku hanya berlaku 5 tahun.
Dirjen Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya mengatakan, perubahan masa berlaku STR ini bertujuan agar masalah krisis dokter di Indonesia dapat teratasi. Namun demikian, Kementerian Kesehatan bakal menjamin kompetensi dokter tetap terjaga meskipun ada penyederhanaan sistem STR.
"Banyak isu bahwa dengan STR dihilangkan maka kompetensi tidak terjaga, padahal enggak," kata Arianti dalam public hearing RUU Kesehatan dipantau secara daring, Jum'at (31/3).
Baca Juga: Menkes Disomasi Soal Biaya Urus Izin Praktik Dokter, Kemenkes: Kami Hormati
Pemenuhan kompetensi akan dijadikan dasar perizinan dokter untuk praktik, dan proses registrasi serta perizinan bakal terintegrasi pusat dan daerah. Jadi bukan hanya kualitas dokter yang akan terjamin, namun seluruh proses penerbitan izin akan transparan dan akuntabel.
Selain itu, RUU Kesehatan juga akan menyederhanakan terkait Satuan Kredit Profesi (SKP) dan Surat Izin Praktik (SIP). Pengumpulan SKP akan lebih terstandar dan kemudahan akses pelatihan atau seminar.
Arianti mengatakan, saat ini berdasarkan BP2KB IDI, para dokter memerlukan 250 SKP dalam 5 tahun. Dengan demikian, para dokter harus mendapat 50 SKP dalam setahun yang didapatkan dari sejumlah kegiatan.
"Jadi nanti pengumpulan SKP akan dilakukan terstandar. Kita akan duduk bersama, berapa sih sebenarnya standarisasi pembobotan SKP, dan bagaimana kita bisa membantu nakes untuk kemudahan akses mendapatkan pelatihan dan seminar," ujarnya.
Sementara untuk SIP tetap akan berlaku lima tahun. Namun ada perubahan yaitu stakeholder utamanya akan terpusat oleh pemerintah dari yang sebelumnya di pemerintah daerah. Selain itu SIP juga akan terintegrasi dengan STR dan SKP melalui aplikasi Sistem Informasi Kemenkes.
Lebih lanjut, Arianti mengatakan, penerbitan SIP ini juga akan mempertimbangkan kondisi di lapangan. Jika jumlah dokter spesialis tertentu di suatu daerah sudah penuh, maka pengeluaran SIP akan terkunci.
Dengan begitu, ia berharap, distribusi dokter spesialis yang tidak merata dan selama ini menjadi masalah bisa teratasi.
"Nanti kita akan lihat berdasarkan kuota yang ada. Jangan sampai saya dengar ada rumah sakit di Jakarta (dokter spesialis) obgyn-nya lebih dari 20. Sementara di daerah obgyn-nya aja enggak ada," katanya.
Baca Juga: RUU Kesehatan Memperluas Peran BPJS Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News