Reporter: Venny Suryanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Group of Twenty (G20) telah diselenggarakan secara virtual pada 14 Oktober 2020 lalu. Agenda utama yang dibahas dalam pertemuan adalah Response to the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Pandemic, International Taxation, dan Financial Sector Issues.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menegaskan komitmennya dalam menggunakan semua kebijakan extra ordinary untuk melindungi masyarakat, lapangan kerja, pemulihan ekonomi, dan ketahanan sistem keuangan, dengan secara hati-hati mengelola potensi risiko terhadap penurunan ekonomi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan, pemulihan ekonomi yang parsial dan tidak merata dapat membawa prospek ekonomi global jauh dari tingkat sebelum pandemi. Sehingga negara-negara G20 harus menghindari penarikan stimulus yang terlalu dini, guna mendukung pemulihan berada di jalur yang benar.
Menkeu juga menyebutkan, ketersediaan dan akses atas vaksin sangat penting dalam menjadi salah satu kunci untuk penanganan Covid-19 dan mendukung pemulihan ekonomi.
“Indonesia berkomitmen untuk menggunakan semua perangkat kebijakan, termasuk melalui policy mix antara kebijakan fiskal, moneter, dan struktural dalam mendukung pemulihan ekonomi. Indonesia baru saja mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja guna mendukung investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan,” ungkap Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resminya, Jumat (16/10).
Baca Juga: Bank Dunia sebut UU Cipta Kerja sinyal Indonesia terbuka untuk bisnis
Selain itu, pertemuan G20 kali ini juga mengesahkan pembaruan G20 Action Plan, yang mencakup prinsip-prinsip dan langkah-langkah nyata atas kebijakan dan komitmen dalam menangani pandemi Covid-19. Selain itu juga komitmen untuk pemulihan ekonomi yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Negara-negara G20 juga menegaskan kembali pentingnya aksi bersama dalam mendukung R&D, produksi, dan distribusi Covid-19 tools (diagnostik, terapi, dan vaksin) dengan tujuan untuk mendukung akses yang merata dan terjangkau bagi semua.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 juga menyepakati perpanjangan implementasi program penundaan pembayaran kewajiban utang bagi negara-negara miskin (low income countries) melalui debt service suspension initiative (DSSI) sampai dengan akhir Juni 2021, guna membantu negara-negara miskin dalam merespons pandemi.
Sebagai informasi, dalam pertemuan IMF-WB Spring Meeting 2021 mendatang, G20 akan membahas opsi perpanjangan DSSI untuk enam bulan berikutnya (hingga Desember 2021) apabila perkembangan situasi perekonomian dan keuangan dunia masih membutuhkan fasilitas DSSI.
Tak hanya itu, negara-negara G20 turut mengapresiasi bank pembangunan multilateral (Bank Dunia dan bank pembangunan multilateral lainnya) yang berkomitmen untuk menyalurkan bantuan pembiayaan yang signifikan kepada negara-negara miskin (low income countries/DSSI eligible countries) guna merespon pandemi.
Sehingga G20 mendorong langkah-langkah kolektif bank pembangunan multilateral dalam melanjutkan dan meningkatkan dukungan mereka kepada negara-negara miskin, dengan tetap menjaga credit rating serta kemampuan bank pembangunan multilateral dalam mendapatkan funding berbiaya rendah.
Menkeu juga menyebutkan, G20 akan berkomitmen untuk melanjutkan kerjasama bidang perpajakan guna mewujudkan sistem perpajakan internasional yang adil, berkelanjutan, dan modern.
“Indonesia menyambut baik blueprint Pilar 1 dan Pilar sebagai fondasi untuk mencapai konsensus global. Penerimaan perpajakan sangat penting bagi semua negara. Oleh karena itu, Indonesia mendukung upaya-upaya untuk mencapai konsensus global yang efisien, sederhana, setara, dan transparan, yang dapat meminimalisasi distorsi akibat kesenjangan antara perkembangan/transformasi teknologi dengan rezim perpajakan saat ini,” ujar Sri Mulyani.
Dalam pembahasan, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa G20 menyambut baik G20 Roadmap to Enhance Cross-Border Payments yang disampaikan oleh Financial Stability Board (FSB) dalam rangka mendukung transaksi pembayaran yang transparan, inklusif, cepat, dan murah, termasuk transaksi remitansi.
“Negara-negara G20 juga menyambut baik G20 2020 Financial Inclusion Action Plan dengan prioritas pada pembiayaan UKM dan inklusi keuangan digital (digital financial inclusion),” imbuh Sri Mulyani.
Selanjutnya: Sri Mulyani berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali pulih di tahun 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News