Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Tanda-tanda defisit transaksi berjalan yang membengkak pada triwulan II tahun ini mulai terlihat. Meskipun begitu, pemerintah yakin defisit transaksi berjalan periode kedua 2014 tidak akan setinggi tahun 2013 kemarin yang mencapai 4,4% dari PDB.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan triwulan II 2014 defisit transaksi berjalan masih akan lebih rendah dibanding triwulan II 2013. Ada dua hal alasan mengapa pemerintah optimis tidak akan sebesar tahun lalu.
Pertama, rupiah. Dirinya bilang rupiah periode sekarang lebih terdepresiasi dibanding rupiah tahun lalu.
Tahun lalu saat defisit triwulan II mencapai 4,4% dari PDB, rupiah berada pada level 9.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat rupiah menjadi over valued atau lebih mahal. "Dengan rupiah yang over valued maka harga impor lebih murah dan harga ekspor kita lebih mahal sehingga defisitnya lebih besar," ujar Chatib, Rabu (4/6).
Kedua, pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun lalu masih besar sehingga investasi masih aktif dengan impor barang modal yang masih tinggi. Tentu berbeda dengan sekarang di mana pertumbuhan ekonomi triwulan I saja hanya mencapai 5,2%.
Dengan ekonomi yang melambat maka pertumbuhan investasi juga melambat. Impor bahan baku ataupun barang modal seperti mesin akan rendah.
Karena itu, Chatib optimis defisit transaksi berjalannya tidak akan sebesar tahun lalu dan hingga akhir tahun defisit bisa di bawah 3%. Defisit pada triwulan II memang secara musiman akan lebih tinggi lalu kemudian menurun pada triwulan III dan IV.
Sekedar gambaran, pada bulan April terjadi defisit neraca dagang sebesar US$ 1,96 miliar. Defisit neraca dagang ini disinyalir akan terus terjadi selama triwulan II lantaran impor yang aktif menjelang lebaran. Neraca dagang yang mengalami defisit ini tentu akan memberikan tekanan bagi neraca transaksi berjalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News