Reporter: Venny Suryanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia harus menyiapkan pembiayaan dalam jumlah besar untuk menutup defisit Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang melebar menjadi 6,34% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit anggaran melebar sebagai konsekuensi kebijakan stimulus fiskal untuk menangani efek pandemi corona (Covid-19).
“Langkah stimulus fiskal ini perlu dilakukan ketika pertumbuhan ekonomi menurun dengan melakukan kebijakan countercyclical untuk mengembalikan ekonomi tersebut bergerak stabil,” kata Riko Amir, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dalam live conference, Kamis (2/7).
Baca Juga: Begini resep Menkeu Sri Mulyani hidupkan kembali ekonomi global
Nah, Riko mengatakan, ada beberapa strategi pembiayaan yang disiapkan untuk menutup defisit anggaran yang membengkak tersebut.
Pertama, pembiayaan melalui sumber internal pemerintah (non utang) yang termasuk di dalamnya adalah pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL), pos dana abadi pemerintah, dan dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU).
Kedua, melalui penarikan pinjaman program dari lembaga bilateral dan multilateral.
Ketiga, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik, termasuk SBN ritel senilai Rp 30 triliun sampai Rp 40 triliun. Strategi keempat, penerbitan SBN Valas.
Strategi lain dan ini dilakukan Bank Indonesia yakni penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dan peningkatan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Dengan penurunan GWM diharapkan perbankan akan menempatkan dananya di pasar perdana SBN.
Baca Juga: Pemerintah meraup Rp 304 triliun dari lelang SUN dan SBSN sepanjang kuartal II
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News