kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,44   -19,05   -2.06%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Debitur tolak eksekusi sita jaminan


Jumat, 20 Juni 2014 / 09:04 WIB
Debitur tolak eksekusi sita jaminan
ILUSTRASI. Petugas memeriksa kipas angin yang dijual pada gerai Ace Hardware.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Belasan perusahaan aspal nasional ramai-ramai mengajukan perlawanan atas permohonan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang akan menyita jaminan. Para kreditur beralasan masih punya niat membayar utang, tapi mereka butuh restrukturisasi.

Perusahaan aspal itu antara lain PT Citra Aspalindo Sriwijaya, PT Bumi Aspalindo Aceh, PT Sarana Aspalindo Padang, PT Perintis Aspalindo Curah, dan PT Medan Aspalindo Utama. Kelima perusahaan ini keberatan dengan permohonan sita jaminan oleh BNI terhadap aset tanah yang menjadi agunan kredit. Asetnya berupa dua tanah di Pandeglang, Banten masing-masing seluas 7.822 meter persegi (m²) dan 5.852 m² atas nama Hajjah Zalinar. Lalu PT Lamindo Sakti Trading Company dan enam anak usahanya juga mengajukan penundaan eksekusi dua lahan di daerah Gunung Sahari, Jakarta, atas nama Srie Rahayu.

Permasalahan ini berawal saat perusahaan mendapatkan kredit dari BNI tahun 1990-an. Khusus untuk kelima perusahaan yang menjaminkan aset tanah di Banten, total nilai pinjaman awal sebesar US$ 4,23 juta atau Rp 12,67 miliar dengan kurs rupiah saat itu. "Tapi, ada krisis moneter 1997 yang menyebabkan nilai utang jatuh tempo tahun 1998 membengkak menjadi Rp 35,9 miliar," jelas G. Nyoman T. Rae, pengacara kelima perusahaan, Kamis (19/6).

Lalu, BNI menyatakan utang itu macet pada 14 Maret 2004. Meski begitu, kreditur tetap berusaha menjalankan kewajiban pembayaran utang, yakni dengan membayar bunga pinjaman Rp 22,73 miliar.

Perusahaan aspal itu juga bekerjasama dengan PT Pakarti Tirto Agung untuk mengoptimalkan kinerja dan mendapatkan pemasukan guna membayar utang. Dalam perjalanannya, Pakarti wanprestasi. Kasus wanprestasi ini juga masuk ke pengadilan tahun 2013 dan Pakarti dihukum membayar ganti rugi Rp 69,5 miliar. "Namun, putusan itu belum berkekuatan hukum tetap, oleh karena itu, tidak seharusnya BNI mengajukan sita aset," tandas Nyoman.

Kuasa hukum BNI Caesar Aidil Fitri mengatakan, perusahaan aspal itu mencari banyak dalih untuk menghindari eksekusi sita jaminan. Padahal, bila mereka serius dan mau bekerjasama, BNI sudah mengenalkan banyak investor agar mereka tetap bisa eksis dan mengembalikan utang.

Kasus ini sekarang tengah memasuki masa mediasi. Persidangan akan kembali digelar pada 3 Juli 2014, setelah mediasi selesai terlaksana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×