Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Resources Indonesia (DMRI) dan PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK) makin dekat dengan pailit.
Sebab, hingga kemarin, tidak ada perkembangan dari upaya perdamaian. Meski Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memberikan perpanjangan waktu penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) selama 40 hari, tetap tidak ada titik temu antara kreditur dengan Dayaindo dan DMRI.
Kondisi ini tecermin dari rapat kreditur dengan agenda voting atas proposal perdamaian, Rabu (3/7).
Dayaindo dan DMRI tidak menyodorkan proposal perdamaian yang seharusnya mereka sampaikan di rapat tersebut. "Kami tidak menyodorkan proposal baru," kata Direktur Dayaindo, Firmus Marcelinus Kudadiri.
Ia mengaku pasrah dengan nasib perusahaan ini. Menurutnya, situasi sekarang sudah kacau. "Saya tidak tahu kerja untuk siapa saat ini, DMRI dan Dayaindo berantem," ujarnya lirih.
Perihal kabar adanya sejumlah investor yang berminat masuk menyelamatkan Dayaindo, termasuk salah satunya Fadel Muhammad, Firmus menjelaskan sejauh ini belum ada yang terealisasi.
Anton J. Lumban Gaol, kuasa hukum Fadel mengungkapkan pihaknya masih menunggu jawaban dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) atas niatan mereka menguasai Dayaindo. "Tanpa jawaban BII kami belum bisa merealisasikannya," katanya.
BII sendiri sepertinya sudah cukup bersabar dalam proses PKPU ini. Kuasa Hukum BII Swandy Halim bilang kliennya sudah cukup memberikan banyak waktu, sehingga PKPU ini bisa diperpanjang.
Lantaran tidak ada proposal baru, kemarin, pengurus PKPU batal menggelar voting. Alhasil, posisi perdamaian masih sama tanggal 31 Mei. yakni upaya perdamaian gagal. Dayaindo dan DMRI tidak mampu memenuhi janjinya membayar sebagaian utangnya ke BII Rp 25,88 miliar.
Majelis Hakim dijadwalkan sidang memutuskan nasib dua perusahaan ini, Rabu (9/7). "Pailit atau tidak, itu putusan hakim," kata Djawoto Jowono pengurus PKPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News