Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah untuk menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8%-10% pada tahun depan.
Di sisi lain, daya beli buruh menurun akibat pemberlakuan upah murah dan kegegalan pemerintah menjaga daya beli masyarakat
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, daya beli buruh turun hingga 30% lantaran dalam dua tahun belakangan ini inflasi dikisaran 2,5% sedangkan kenaikan upah hanya 1,6% atau di bawah inflasi. "Akibatnya, pendapatan buruh menjadi tekor," katanya dalam jumpa pers secara daring, Kamis (10/10/2024)
Menurut Said, turunnya daya beli buruh juga tergambar dari kondisi deflasi yang berlangsung limba buan berturut-turut. Bagi kalangan menangah atas, deflasi ini menggambarkan mereka banyak menggunakan tabungannya untuk konsumsi. Tak ayal, harus berhemat dengan membeli kebutuhan yang pokok-pokok saja.
Sedangkan bagi kalangan menengah bawah seperti buruh, petani, dan nelayan, deflasi menunjukan kelas ini kehilangan daya belinya karena mereka tidak cukup uang untuk belanja konsumsi. Said bilang, konidsi inilah yang menyebabkan defalsi lima bulan berturut-turut.
Baca Juga: Gelombang PHK Menerjang Indonesia, Pertumbuhan Ekonomi Dinilai Tak Berkualitas
Kembali pada persoalan upah buruh, KSPI menyebutkan, selama lima tahun terakhir, terutama pada tahun pertama, upah minimum tidak mengalami kenaikan di seluruh Indonesia.Bahkan, dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah minimum berada di bawah angka inflasi. Meskipun secara nominal upah mengalami kenaikan setiap tahun, kenyataannya upah riil buruh terus menurun.
Oleh karena, KSPI mendesak agar pemerintah mempertimbangkan kenaikan upah minimum sebesar 8%-10% pada tahun 2025. Ini adalah langkah untuk memulihkan daya beli buruh dan mengurangi disparitas upah antar daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kesejahteraan pekerja di seluruh Indonesia.
Selain itu, KSPI meminta kenaikan upah minimum tahun 2025 hingga 10% tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 (PP 51/2023). Mengingat, regulasi tersebut sejak awal telah ditolak oleh seluruh serikat buruh, termasuk KSPI.
Dasar hukum dari PP Nomor 51 tersebut adalah Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini sedang digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh KSPI, KSPSI, AGN, dan Partai Buruh. Sampai saat ini, belum ada keputusan dari MK, sehingga pemerintah seharusnya tidak menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 dalam perhitungan upah minimum tahun 2025.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News