Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangiunan acapkali beririsan dengan masyarakat. Laporan terbaru Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Global Alliance of Territorial Communities (GATC), sejumlah federasi regional masyarakat adat dan Earth Insight mengungkap tekanan industri terhadap wilayah adat di Indonesia.
Dalam satu dekade terakhir, lebih dari 11,7 juta hektare (ha) wilayah adat telah dirampas. Sehingga memicu hampir 700 konflik lahan.
Kolaborasi baru ini bagian penilaian global yang mengkaji berbagai ancaman di wilayah Amazonia, Kongo, Indonesia dan Mesoamerika. Wilayah tersebut mencakup 958 juta ha hutan tropis yang dikelola oleh 35 juta orang.
Temuan dari Indonesia memperlihatkan, kegiatan pertambangan, minyak dan gas, pengusahaan hutan dan proyek energi panasbumi telah melemahkan sistem tata kelola masyarakat adat atas 33,6 juta ha wilayah adat yang melindungi keanekaragaman hayati esensial dan menjaga stabilitas iklim.
Baca Juga: RUU Masyarakat Adat Diminta Mengadopsi Sistem Ekonomi Berbasis Masyarakat Adat
Laporan ini bertujuan membangun urgensi terhadap prioritas kebijakan dan solusi dari masyarakat adat dan komunitas lokal, dan mempengaruhi agenda iklim global.
Laporaan ini menunjukkan, hak teritorial masyarakat adat dan komunitas lokal tidak dapat dipisahkan dari upaya pencapaian tujuan internasional terkait iklim dan keanekaragaman hayati.
“Perluasan tambang, sawit dan berbagai proyek pembangunan lainnya telah merampas lebih dari 11,7 juta ha wilayah adat dalam satu dekade terakhir,” kata Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN, dalam rilis ke Kontan.co.id, Minggu (9/11).
Selanjutnya: Rupiah Ditutup Menguat pada Senin (10/11), Begini Proyeksinya pada Selasa (11/11)
Menarik Dibaca: 13 Cara Alami Mengobati Kolesterol Tinggi yang Efektif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













