Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menjajaki rencana penerbitan jenis surat utang baru yang disebut Recovery Bond guna menopang likuiditas keuangan dunia usaha dalam menghadapi dampak wabah Covid-19 di Indonesia saat ini, serta mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK)
Recovery Bond rencananya akan diterbitkan dalam denominasi rupiah untuk kemudian dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau investor swasta lain sehingga mengalirkan dana segar untuk pemerintah. Dana dari surat utang tersebut akan disalurkan oleh pemerintah untuk dunia usaha melalui skema kredit khusus.
Baca Juga: Rencana penerbitan recovery bond dinilai berisiko, ini alasannya menurut Indef
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai pembiayaan melalui recovery bond di mana BI sebagai pembelinya merupakan skema kebijakan pelonggaran quantitative atau quantitative easing.
“Ini juga yang dilakukan oleh The Fed (bank sentral AS) dalam menghadapi dampak wabah corona saat ini,” tutur Piter, Kamis (26/3).
Skema quantitative easing, menurut Piter, merupakan kebijakan yang paling ideal. Skema lain yang sudah ada dan dijalankan pemerintah seperti penerbitan SBN domestik maupun global, pinjaman bilateral atau multilateral, dinilainya memiliki banyak kelemahan di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini.
“Saya tidak melihat skema lain yang lebih ideal daripada qauntitative easing,” jelas Piter.
Memang, rencana kebijakan penerbitan Recovery Bond ini terganjal oleh Undang-Undang (UU) yang melarang BI membeli SBN di pasar primer. Oleh karena itu, diperlukan penerbitan Perppu oleh pemerintah untuk mengatasinya.
Baca Juga: Pemerintah berencana terbitkan Recovery Bond untuk sokong likuiditas korporasi
Piter juga menilai, kebijakan penerbitan Recovery Bond yang dibeli oleh BI nantinya tidak dapat dipandang sebagai fungsi lender of the last resort. Sebab fungsi itu adalah fungsi bank sentral ketika yang terjadi adalah sistem perbankan mengalami kesulitan likuiditas.
"Praktik ini lebih dikenal sebagai quasi-fiskal, yaitu bank sentral membantu pemerintah dalam pembiayaan fiskal atau APBN,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News