kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Core: Defisit APBN 2021 bisa lebih besar dari proyeksi pemerintah


Selasa, 07 Juli 2020 / 19:02 WIB
Core: Defisit APBN 2021 bisa lebih besar dari proyeksi pemerintah
ILUSTRASI. Rapat Realisasi APBN 2019 dan Outlook Perekonomian 2020 di Kompleks DPR/MPR, Kamis (30/1).


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyepakati tingkat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 sebesar 4,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Tingkat defisit ini, meningkat tinggi dari usulan pemerintah yang memperkirakan defisit di tahun depan berada pada kisaran 3,21% sampai 4,17%.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai, defisit anggaran di tahun depan masih relatif akan lebih besar dibandingkan dengan proyeksi pemerintah. Hal ini ia prediksikan atas beberapa asumsi.

"Pertama, menurut saya penerimaan perpajakan di tahun 2021 masih berada pada tahapan konsolidasi ekonomi. Artinya pemerintah masih perlu memberikan insentif pajak pada sektor utama, seperti misalnya industri manufaktur dan perdagangan," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (7/7).

Baca Juga: Disetujui Banggar, berikut sederet postur makro fiskal untuk tahun 2021

Kedua, ia belum melihat ancang-ancang pemerintah untuk melakukan terobosan dalam hal peningkatan penerimaan perpajakan.

Seperti misalnya terobosan untuk menggali penerimaan pajak dari pos pajak penghasilan (PPh), apakah dalam bentuk menaikkan tarif pajak tertinggi PPh atau memperbanyak layer penghasilan yang dikenakan pajak.

Namun demikian, menurutnya di dalam masa konsolidasi ini masih agak riskan untuk menetapkan kebijakan perpajakan.

Di sisi lain, pemerintah mematok tingkat belanja negara tahun depan berada di kisaran 13,11%-15,17% dari PDB. Yusuf menilai, postur tersebut cukup ideal karena ia mengasumsikan kebutuhan belanja di tahun depan tidak akan membengkak seperti di tahun ini.

"Anggaran belanja untuk pemulihan ekonomi memang tetap tumbuh, tapi pertumbuhannya tidak akan sebesar pertumbuhan tahun ini. Hal ini dengan asumsi pandemi telah selesai di Indonesia. Asumsi ini bisa berubah tentunya," paparnya.

Kemudian, dikarenakan penerimaan perpajakan masih berada dalam tahapan konsolidasi dan kebutuhan belanja masih lebih besar, maka tidak menutup kemungkinan rasio utang terhadap PDB akan menyentuh di kisaran 39%.

Apalagi pertumbuhan nominal utang masih akan relatif lebih besar dibandingkan PDB. Oleh karena itu, pemerintah dirasa perlu memikirkan keberlanjutan skema burden sharing di tahun depan.

Baca Juga: Pemerintah dan Banggar DPR sepakati defisit APBN 2021 sebesar 4,7% dari PDB

Pasalnya, pemerintah masih akan menggantungkan pembiayaan belanja dari utang, baik itu melalui Surat Berharga Negara (SBN) ataupun pinjaman luar negeri.

Untuk kebijakan utang di tahun depan sendiri, Yusuf memperkirakan pemenuhan kebutuhan utang melalui SBN masih menjadi pilihan terbaik pemerintah. Pertimbangan ini didasarkan dengan melihat risiko dan antusias masyarakat.

"Dikarenakan risiko yang relatif kecil dan minat masyarakat untuk investasi di SBN juga masih relatif besar, maka ceruk ini yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk memperbesar porsi SBN ritel yang bisa dijual luas ke masyarakat, misalnya seperti obligasi ritel Indonesia (ORI) yang juga dilakukan oleh pemerintah di tahun ini," kata Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×