Reporter: Irma Yani | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. China diperkirakan akan memasuki krisis keuangan dalam kurun waktu lima 5 tahun mendatang. Hal itu merupakan hasil jajak pendapat Selzer & Co terhadap 1.000 pelanggan Bloomberg, yang terdiri dari investor, trader saham dan analisis.
Sekitar 45% meyakini hal tersebut, sementara 40% dari responden memprediksi krisis Negeri Panda akan terjadi setelah 2016. Hanya 7% dari total responden yang percaya negara pemilik cadangan devisa terbesar di dunia itu akan mampu keluar dari krisis.
Sekretaris Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Syahrial Loetan meyakini, Indonesia akan mampu bertahan dari dampak krisis China. Pasalnya, selama ini market share ekspor Indonesia ke China tidak terlalu besar, sehingga bila China mengalami resesi ekonomi, kecil dampaknya terhadap Indonesia.
"Waktu Amerika jatuh, kita tidak terlalu terpengaruh. Makanya jangan tergantung pada satu negara” katanya, akhir pekan lalu.
Namun, lanjut Syahril, stabilitas dan kondusifnya perekonomian nasional tetap perlu dijaga agar tidak mudah goyah lantaran gejolak perekonomian global bisa menyebabkan melambatnya perekonomian di beberapa negara emerging market. Maklum saja, globalisasi membuat keterhubungan antar negara sangat terikat dan menjadi demikian penting.
Salah satu jalan keluar yang bisa menjaga perekonomian Indonesia dari kemungkinan terpuruknya perekonomian China adalah membuka link ke negara lain. Hal ini pernah dilakukan pemerintah ketika perekonomian AS jatuh, RI sudah memiliki market di negara lain seperti Jepang, China, India dan negara lain. “Yang paling aman adalah buka market dan jangan tergantung satu negara,” tandas Syahril.
Dia pun menilai kejatuhan ekonomi China bisa menjadi momentum baik bagi pengusaha lokal untuk merebut kembali pasar di dalam negeri yang selama ini dikuasai produk-produk impor asal China. Lebih lanjut Syahrial mengungkapkan, pemerintah akan terus mendorong diversifikasi pasar baru ekspor untuk meminimalisir dampak bila salah satu negara tujuan ekspor mengalami krisis ekonomi. "Jangan menyepelekan negara-negara kecil seperti Timur Tengah dan Afrika Selatan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News