Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ekonomi Indonesia masih akan berat di tahun ini dan tahun depan. Dampak pandemi corona atau Covid-19 memukul ekonomi global dan juga ekonomi nasional.
Lewat seminar online yang diadakan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Banking School (IBS) bertajuk Dampak Covid-19 terhadap Kondisi Perekonominan dan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia, Jumat (3/7), Menteri Keuangan periode 2013-2015 Muhamad Chatib Basri membeberkan analisa efek Covid-19 bagi ekonomi Indonesia.
Menurut Chatib, tantangan sesungguhnya atas ekonomi Indonesia akan nampak di tahun depan. Saat itu, stimulus ekonomi mulai susut, kredit bermasalah sesungguhnya baru akan nampak. “Riil problem kita baru benar-benar akan muncul di tahun 2021," ujar Chatib
Masalah tersebut bersumber dari restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh perbankan, multfinance kepada korporasi dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan debitur.
Saat ini, kata Chatib, sejumlah stimulus diberikan, mulai dari subsidi bunga, kernganan angsuran kredit, memberikan pinjaman modal dengan syarat yang ringan. “Tahun depan, perbankan dipastikan tidak akan memperpanjang lagi masa keringanan pinjaman tersebut,” ujar dia.
Di sinilah tantangannya, karena saat bersamaan tantangan fiskal juga muncul. Penerimaan negara masih akan sulit, mengingat pelemahan ekonomi terjadi juga di negara-negara mitra dagang Indonesia, seperti China, Amerika dan Indonesia.
Menurut dia, pendapatan negara mayoritas disokong oleh pajak. Lebih dari 80% bersumber dari pajak badan. Dua komoditas andalan Indonesia yakni crude palm oil dan batubara masih mendominasi. “Saat negara lain belum pulih, maka sulit bagi kita juga pulih,” ujarnya.
Saat bersamaan ruang fiskal negara sempit. Anggaran negara yang seharusnya menjadi harapan tumbuh didominasi oleh mandatory alokasi anggaran seperti sektor pendidikan yang mencuil 20% dari total APBN, dana desa, pembayaran bunga dan cicilan utang serta upaya memperkecil defisit. “Ini membuat ruang tumbuh akan terbatas, karena sekitar 67% lebih anggaran untuk mandatory,” ujar dia.
Untuk menggerakan ekonomi, kata dia, butuh jump start yakni stimulus fiskal utamanya untuk menggerakan konsumsi. “Konsumsi dalam negeri harus naik,” ujar dia. Jika konsumsi naik, maka industri menangkap sinyal tersebut untuk menaikkan kapasitas produksi.
Tantangannya: ruang stimulus fiskal kian terbatas lantaran program pemulihan ekonomi akibat Covid-19 berakhir di akhir tahun 2020 dan restrukturisasi kredit juga sudah berhenti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News