Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia dinilai belum memasuki tahap resesi. Namun, Indonesia berpotensi memasuki kondisi itu jika tidak dijaga.
Pengamat Ekonomi Aviliani mengatakan, suatu negara dikatakan memasuki tahap resesi jika pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Sementara itu, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh masing-masing 5,01% di kuartal pertama dan kedua tahun ini.
"Tetapi ini harus dijaga. Jika tidak maka bisa ke arah sana," kata Aviliani dalam acara seminar nasional di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jakarta, Rabu (11/10).
Menurut Aviliani, Indonesia seharusnya mulai berbenah diri sejak dini. Amerika Serikat (AS) saja lanjutnya, mulai melakukan pembenahan sejak saat ini melalui proteksi perdagangannya. Ke depan, negara-negara di dunia juga akan melakukan proteksi besar-besaran.
Ia menjelaskan, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada komoditas. Setelah booming komoditas pada tahun 2010 hingga 2013 lalu, ekonomi Indonesia menghadapi keseimbangan baru.
Oleh karena itu, Indonesia tak bisa lagi hanya fokus pada peningkatan angka pertumbuhan ekonomi, melainkan harus fokus pada pemerataan.
Sebab, kesenjangan antara masyarakat kelas kelompok masyarakat miskin dan masyarakat terkaya sangat besar. Ia menyebut, 50% kontribusi pengeluaran di Indonesia dikuasai oleh 20% orang Indonesia. Sementara 40% masyarakat miskin, kontribusi pengeluarannya hanya 17%.
Aviliani bilang pemerataan bisa dilakukan dengan meningkatkan pendapatan 40% kelompok masyarakat kelas bawah. Aviliani menyebut, sektor yang paling berperan terhadap masyarakat kelas bawah yaitu sektor pertanian.
Oleh karena itu lanjut dia, politik anggaran seharusnya mendukung perbaikan di sektor tersebut. Utamanya, membangun jaringan antara perusahaan besar dan petani agar masyarakat miskin bisa naik kelas.
"Kita jangan menganggap masyarakat dikasih modal saja sudah cukup. Kurangi kesenjangan dengan pola insentif bagi perusahaan yang linkage, masih banyak yang belum melakukan itu. Kalau itu dilakukan mungkin pertumbuhan ekonomi sama, tetapi pemerataannya besar," tambah dia.
Sementara itu, pemerintah juga perlu menjaga kenyamanan 20% kelompok masyarakat kelas atas untuk melakukan konsumsi. Sebab ada kecenderungan kelompok tersebut meningkatkan tabungan dan menahan konsumsinya karena menunggu kebijakan pajak pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News