Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi harta kekayaan salah satu calon pimpinan KPK, Nina Nurlina Pramono. Nina diketahui memiliki banyak rumah dan mobil dengan total aset diperkirakan lebih dari Rp 25 miliar.
Kepada Pansel KPK, Nina menyebutkan bahwa ia memiliki rumah di Jalan Lembang, Cinere, dan Jati Bening Estate. Nina juga mengaku memiliki sebuah condotel di Bandung.
"Condotel itu di Bandung, itu investasi. Saya sudah pensiun, suami saya sudah pensiun, uangnya kami investasikan," kata Nina, saat mengikuti wawancara tahap akhir sebagai calon Pimpinan KPK, di Gedung Setneg, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Kemudian, ia menjelaskan bahwa alamat tinggalnya saat ini tidak sesuai dengan alamat yang tercantum pada KTP. Di KTP, Nina tercatat tinggal di Jati Bening Estate, sementara ia tinggal di Jalan Adityawarman yang merupakan rumah dinas suaminya, Hardy Pramono, selaku mantan Presiden Direktur Total E&P Indonesia.
Selama hampir 30 tahun, Nina bekerja di PT Pertamina dengan 21 tahun di antaranya menjadi auditor PT Pertamina dan jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Pertamina Foundation. Ada pun suaminya adalah orang Indonesia pertama yang menjabat Presiden Direktur Total E&P Indonesia setelah selama 40 tahun jabatan itu selalu diisi oleh ekspatriat.
Terakhir kali Nina menyampaikan laporan terkait hartanya pada tahun 2001 atau 2002 di media. Nina merasa tidak wajib menyampaikan LHKPN karena tidak merasa sebagai penyelenggara negara. Ia memperkirakan, harta kekayaanya saat ini mencapai lebih dari Rp 25 miliar.
Mengenai kendaraan, Nina mengaku saat ini menggunakan mobil Nissan X-trail tahun 2005. Sedangkan suaminya menggunakan Toyota Alphard tahun 2008, dan sebuah BMW yang baru dibeli secara tunai dengan harga sekitar Rp 1,7 miliar.
"Karena kita sudah tua, tinggal menikmati. Setelah saya kerja 30 tahun, suami saya kerja 32 tahun, please, boleh dong saya beli BMW," ujarnya.
Terkait visinya terhadap KPK, Nina ingin mengedepankan pencegahan dibanding penindakan pidana korupsi. Ia pun mengemukakan konsep catur krida (empat kerja) yang meliputi pencegahan dan penindakan di sumber korupsi dalam pendapatan negara, belanja negara, perizinan dan regulasi, serta penegakan hukum.
"Tapi memang ide saya itu perlu penyempurnaan," ujarnya.
Pansel KPK juga sempat bertanya mengenai komitmen Nina dalam pemberantasan korupsi. Jika terpilih, ia berjanji akan bertugas dengan profesional karena merasa tidak pernah terikat dengan siapa pun.
"Saya tidak ingin menciderai apa yang sudah saya mulai. Kadang saya agak sinis, orangnya keras, tidak bisa kompromi, (dianggap) tidak butuh duit, saya pikir tidak apa-apa kalau itu jadi label saya," ungkapnya.
Namun, Nina tampak kesulitan menjawab ketika ditanya mengenai penanganan kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Anggota Pansel KPK Yenti Ganarsih mengaku kecewa dengan jawaban Nina.
"Sebetulnya saya kecewa, seharusnya ibu sempat baca dulu karena TPPU ini penting," ucap Yenti. (Indra Akuntono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News