kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Buruh Ngotot Tuntut Kenaikan Upah Minimum Sebesar 13% pada Tahun 2023


Selasa, 08 November 2022 / 20:26 WIB
Buruh Ngotot Tuntut Kenaikan Upah Minimum Sebesar 13% pada Tahun 2023


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Serikat pekerja ngotot meminta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023 sebesar 13%.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, perhitungan kenaikan UMP mestinya berdasarkan PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Sebab, PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, merupakan aturan turunan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Adapun Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. 

Baca Juga: Terkait Kenaikan Upah Tahun Depan, Begini Respons Pengusaha

Dalam salah satu amar putusannya, MK memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Elly menyebut, penetapan UMP merupakan salah satu kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Sebab itu, sudah semestinya penentuan UMP kembali mengacu pada PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Ketika kami nanti mengacu kepada PP 36 itu kan masih bermasalah karena UU nya masih cacat secara formil," ujar Elly saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (8/11).

KSBSI meminta UMP 2023 naik sekitar 10% sampai 13%. Jika berdasarkan PP 78/2015, maka perhitungannya dari komponen pertumbuhan ekonomi yang berada diangka 5,72% persen dan inflasi yang berada di angka 5,71%.

Baca Juga: Kemenaker Pastikan Upah Minimum 2023 Lebih Tinggi dari Tahun Ini

"Kami belum setuju pemakaian kenaikan upah Berdasarkan PP 36, jadi kami masih memakai PP 78 dengan perkiraan naik 10% sampai 13%," ucap Elly.

Elly berharap pemerintah bisa memastikan kenaikan UMP bukan seperti tahun lalu. Dia menyarankan agar ada hak diskresi pemerintah daerah terkait penetapan UMP.

"Jadi dimohon kepada Menaker untuk tidak mengeluarkan surat edaran. karena nanti akan dipakai menjadi legitimasi dan akan digunakan oleh pemerintah daerah untuk menetapkan upah," kata Elly.

Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuntut kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13%. Sebab, kenaikan harga BBM memicu kenaikan harga dan telah dirasakan dampaknya oleh kaum buruh.

Iqbal mengatakan, akibat kenaikan BBM, daya beli buruh turun 30%. Apalagi 3 sektor yang paling banyak dikonsumsi buruh harganya melonjak tinggi. Yaitu makanan minuman, transportasi, dan tempat tinggal.

Baca Juga: Serikat Buruh: Badai PHK Pasti Terjadi Jika Terjadi Resesi

KSPI menolak dasar perhitungan kenaikan UMP tahun 2023 menggunakan PP 36/2021 yang merupakan aturan turunan dari omnibus law UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan MK cacat formil. Oleh karena itu KSPI menilai penetapan UMP harus menggunakan PP 78/2015.

"Inflansi Januari -Desember diperkirakan sebesar 6,5%. Ditambah pertumbuhan ekonomi, prediksi Litbang Partai Buruh adalah 4,9%. Jika dijumlah, nilainya 11,4%. Kami tambahkan alfa untuk daya beli sebesar 1,6%. Sehingga kenaikan upah yang kami minta adalah 13%," tegas Iqbal.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz Wuhadji mengatakan, Depenas telah menyampaikan rekomendasi kenaikan UMP tahun 2023 kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Depenas merekomendasikan penetapan UMP berdasarkan PP 36/2021 tentang Pengupahan.

Baca Juga: Kenaikan Upah Minimum 2023 Akan Diumumkan 21 November

Selain itu, Depenas merekomendasikan adanya sosialisasi tripartit agar semua pihak yakni pemerintah, pengusaha dan buruh dapat memahami perspektif yang sama. Yakni bahwa satu satunya regulasi pengupahan adalah PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Untuk membuat diskresi saya kira waktunya tidak memungkinkan. Kami tidak merekomendasikan diskresi karena itu domainnya pemerintah," ujar Adi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×