Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Menyikapi sebuah data sering kali seperti menyikapi kenyataan. Beberapa disenangi, beberapa sulit diterima. Hal ini dimaklumi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga pusat data nasional.
"Data BPS memang tidak bisa menyenangkan semua pihak. Namun, BPS menyajikan data yang menunjukkan kondisi sebenarnya," kata Kepala BPS Suhariyanto saat memperingati Hari Statistik Nasional di kantor BPS Pusat, Jakarta, Selasa (26/9).
Didirikan pada bulan Februari 1920 oleh Direktur Pertanian, Kerajinan, dan Perdagangan (Directeur van Landbouw Nijveirhed en Handel) di Bogor yang bertugas mengolah dan mempublikasikan data statistik, BPS saat ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Menurut Suhariyanto, hal ini lantaran data berperan penting dalam setiap pengambilan kebijakan pemerintah. “Selama ini, data-data yang dikeluarkan oleh BPS, telah digunakan untuk membangun asumsi makro,” ujarnya.
Namun demikian, Suhariyanto sadar bahwa BPS bagaimanapun harus bertransformasi. Terlebih, zaman yang semakin canggih menjadi tantangan tersendiri bagi BPS untuk menyesuaikan diri.
Dari kalangan pengusaha, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Fransciscus Welirang menyatakan, sudah terelakkan lagi bahwa BPS menyesuaikan dengan kondisi zaman. Hal ini agar data BPS makin komprehensif dan kian kredibel sehingga dipercaya oleh masyarakat.
"BPS harus bisa membaca platform ke depan bagaimana, artinya ada perubahan, enggak bisa seperti dulu, sama kami di perusahaan juga harus berubah," ucapnya.
Adapun kecepatan BPS dalam menyajikan data juga menjadi poin penting dalam melakukan transformasi. Dengan demikian, teknologi digital harus dimanfaatkan dengan maksimal tetapi akurasi tetap terjaga.
"Jadi harus sinkron antara data, naratif, dan visual sehingga membantu pelaku usaha," kata Franky.
Sebagai pebisnis, ia mengaku bahwa selalu menggunakan data BPS dalam mengambil strategi bisnis. Namu, dirinya selalu membandingkan data BPS dengan data-data yang ada. Baik dari lembaga di dalam negeri maupun luar negeri.
“Data BPS saya counter dengan data kedua dan ketiga, misalnya data pangan, klop tidak? Kalau tidak, ada apa? Secara resmi, kami lihat BPS,” ujarnya.
Adapun dari pemerintah daerah, Bupati Bojonegoro Suyoto mengatakan, bahwa di daerah, pemerintah kesulitan dalam mencari data. Oleh karena itu, data BPS adalah jawabannya.
Suyoto mengatakan, dengan data, kepercayaan dari berbagai pihak juga bisa didapatkan, walaupun terkadang kenyataan memang pahit, "Bagaimana membuat kebijakan yang tepat, cepat, dan pasti memerlukan data," kata Suyoto.
Oleh karena itu, kantor statistik harus mampu bertransformasi untuk menjadi lebih baik. Tentunya juga dengan memanfaatkan big data meskipun big data hanya bisa mengumpulan data-data yang sifatnya makro saja.
"Masalah big data sudah dibicarakan empat tahun lalu, kami sepakat kantor statistik akan tetap diperlukan dan harus memanfaatkan big data karena itu adalah kemajuan yang tidak bisa dihindari," katanya.
Dengan demikian, BPS sudah mulai melakukan berbagai hal terkait big data. Misalnya pada Oktober 2016 lalu, BPS telah meluncurkan pemanfaatan big data untuk pariwisata melalui mobile positioning data, commuter, dan uji coba persepsi konsumen. Big data, menurut dia, ke depannya juga perlu dikombinasikan dengan data survei guna mendapatkan karakteristik yang detail.
Ia memaparkan, untuk menghasilkan data statistik, perlu proses panjang yang harus dilalui dari awal hingga kearsipan. Dalam proses itu, banyak pihak terlibat, salah satunya responden yang beragam latar belakangnya.
Namun, apabila masih ada pihak-pihak yang tidak suka, ia mengatakan, BPS akan tetap independen. Pasalnya, adanya data resmi dari lembaga independen seperti BPS seharusnya dapat menjadi peringatan bagi pembuat kebijakan untuk segera melakukan perbaikan agar tujuan pembangunan dapat tercapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News