kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BPOM: 2.500 orang meninggal keracunan pangan


Jumat, 01 Mei 2015 / 16:12 WIB
BPOM: 2.500 orang meninggal keracunan pangan
ILUSTRASI. Alpukat baik dan aman dikonsumsi penderita penyakit liver.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Keamanan pangan di Indonesia masih bermasalah. Banyak kejadian luar biasa akibat keracunan pangan. Untuk itu, berbagai intervensi keamanan pangan perlu dilakukan.

"Dari waktu ke waktu masalah keamanan pangan masih terjadi," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparringa, Kamis (30/4), saat menutup rangkaian peringatan bulan keamanan pangan yang diselenggarakan BPOM di Jakarta. Menurut dia, hal itu karena pengawasan terhadap bahan pangan berbahaya masih kurang.

Menurut Roy, penanganan masalah keamanan pangan tidak bisa dilakukan hanya dengan menanggulangi dampaknya, seperti kejadian luar biasa (KLB) akibat keracunan pangan. "Karena itu, pencegahan sangat penting melalui edukasi," ujarnya.

Berdasarkan data BPOM periode 2009-2013, diperkirakan ada 10.700 kasus KLB keracunan pangan terjadi. Direktur Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM Halim Nababan memaparkan, selama periode itu, 411.500 orang sakit dan 2.500 orang meninggal akibat keracunan pangan. "Angka ini diperkirakan bisa bertambah (jika seluruh kasus terdeteksi)," kata Nababan.

Industri rumah tangga

KLB paling banyak terjadi pada tingkat industri rumah tangga. Penyebabnya, keberadaan bakteri Escherichia coli. Bakteri itu mengakibatkan diare hingga infeksi kronis, seperti gagal ginjal, bahkan kematian.

Beberapa pangan olahan yang berdampak pada masalah keamanan pangan di antaranya es batu, bakso, jeli, dan minuman berwarna. "Biasanya KLB terjadi saat acara pesta," kata Nababan.

Untuk es batu yang tercemar mikroba berbahaya, BPOM telah mengidentifikasi 13 titik kritis rantai pengolahan es batu. Kajian itu dilakukan di lima kota besar, yakni Aceh, Lampung, Jakarta, Makassar, dan Surabaya.

"Titik kritis itu bisa terjadi mulai dari pembuatan es, distribusi, hingga penyajian minuman yang dibubuhi es," ujarnya. Prevalensi cemaran mikroba pada pangan mencapai lebih dari 50 persen.

Karena itu, menurut Roy, permasalahan keamanan pangan tidak cukup hanya penanganan saja. Sekitar 30 buku telah diterbitkan BPOM untuk mengedukasi masyarakat. "Pencegahan lebih utama. Itu harus dilakukan dari industri makanan hingga masyarakat," kata Roy. (B05)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×