Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memastikan bahwa dana haji yang dikelola aman.
Plt Deputi Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH, Ahmad Zaky menegaskan bahwa, pihaknya tidak sembarang dalam menginvestasikan dana yang dikelola.
"BPKH Memastikan Pengelolaan Dana Haji Aman. Kita tidak ada skema ponzi. Memastikan dana haji yang dikelola aman. BPKH tidak sembarangan dalam berinvestasi apalagi memakai skema ponzi. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir. Jadi dana yg disetorkan jamaah (dana pokok) tidak digunakan," kata Zaky kepada Kontan.co.id, Kamis (14/12)
Zaky menjelaskan dana yang digunakan untuk kepentingan jemaah haji adalah keuntungan atau nilai manfaat.
Baca Juga: Kemenag: Pelunasan Biaya Haji 2024 Sudah Dapat Dicicil Jamaah
“Sampai saat ini kita tak ada skema ponzi. Tidak ada dana haji pokoknya yang dipakai. Jadi kita bisa mengelola dana dengan baik dan kebutuhan haji yang berangkat dan tunggu itu bisa kita penuhi,” tegasnya Zaky.
Adapun mengenai usulan dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menginginkan agar komposisi persentase yang ditanggung oleh jemaah seharusnya lebih besar dari nilai manfaat atau 70:30 dinilai menjadi opsi terbaik.
Ia menjelaskan, opsi tersebut menjadi terbaik dan paling logis dalam rangka menyeimbangkan antara besaran beban jamaah dengan keberlangsungan dana nilai manfaat BPKH di masa yang akan datang.
Kemenag dan BPKH memandang bahwa nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana investasi tersebut harus didistribusikan secara adil untuk kepentingan jemaah tunggu. Pasalnya, masih ada jemaah yang akan berangkat haji pada 5, 10, 15 hingga 20 tahun mendatang.
Baca Juga: BPK Sebut Telah Selamatkan Uang dan Aset Negara Senilai Rp 132,69 Triliun
"Jika seluruh nilai manfaat (hasil investasi) yang diraih BPKH porsi terbesarnya hanya digunakan untuk kepentingan jamaah yang akan berangkat pada tahun berjalan, maka risikonya akan mengancam keberlanjutan dana haji di masa depan," jelasnya.
Lebih lanjut, dana keuangan haji yang dikelola oleh BPKH juga harus bisa memastikan keamanan dan keberlanjutan pembiayaan jamaah tunggu yang jumlahnya hingga kini mencapai 5,3 juta orang.
Sebelumnya, Komnas Haji menilai selama ini terdapat ketimpangan yang sangat tajam dalam tata kelola keuangan haji antara dana distribusi nilai manfaat dari hasil investasi kepada jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dengan nilai manfaat yang didistribusikan jemaah haji yang masih menunggu antre (waiting list).
Padahal kata Mustolih Siradj Ketua Komnas Haji setiap jemaah regular sama-sama membayar setoran awal Rp 25 juta. Sementara itu, saat ini terdapat 5,2 juta jemaah yang sudah mendaftar dengan akumulasi dana yang dihimpun Rp 165 triliun yang dikelola BPKH.
Baca Juga: BPKH &Bank Muamalat Buka Layanan Daftar Haji Online bagi Diaspora Indonesia di Taiwan
Sejak BPKH didirikan 2017 sampai 2024 nilai manfaat yang diberikan kepada setiap jemaah haji (per orang) yang berangkat besarannya cukup tinggi yaitu Rp 26,90 juta (2017), Rp 33,72 juta (2018), Rp 33,92 juta (2019), Rp 57,91 juta (2022), Rp 40, 23 juta (2023), Rp 37 juta (2024).
Jumlah tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan distribusi nilai manfaat yang diterima jemaah haji tunggu yang jumlahnya 5,2 juta orang rata-rata hanya menerima di kisaran Rp 150.000 - Rp 490.000 per orang dalam setiap tahunnya.
Sehingga jika ditotal dalam rentang tahun 2017-2023 jemaah haji tunggu per orang rata-rata hanya memperoleh penambahan nilai manfaat dari hasil pengembangan investasi sebesar Rp 1,8 juta yang didistribusikan oleh BPKH melalui akun virtual atau rata-rata 20% dari total nilai manfaat. Sedangkan 80% diberikan kepada jemaah haji yang berangkat pada setiap tahun.
"Oleh sebab itu, mengingat dana yang diterima jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dari nilai manfaat gapnya begitu besar, maka wajar bila kemudian ada yang menyebut sebagai subsidi dengan sistem sangat mirip skema ponzi (ponzi sceam). Dimana 5,2 jemaah haji tunggu dana hasil kelolaannya dari BPKH yang berasal dari uang pendaftaran ‘dipaksa’ menanggung subsidi kepada 221.000 jemaah haji (241.000 di tahun depan) yang berangkat pada tahun berjalan," kata Mustolih, Rabu (13/12).
Baca Juga: Dukung Penyelenggaran Ibadah Haji 2024, BPKH Siapkan Rp8,2 Triliun
Maka jika format subsidi terebut diteruskan maka dana haji akan tergerus dan habis hanya untuk subsidi maksimal sampai tahun 2027. Nilai manfaat yang diperoleh BPKH dari 2018-2022 berkisar Rp 6 triliun sampai Rp 10 triliun.
"Praktik ini tentu sangat tidak sehat bagi kelangsungan dana haji dan bisa menjadi bom waktu. Karena hak jemaah haji tunggu sangat dirugikan, terlebih bagi mereka yang antri sampai 20 hingga 40 tahun mendatang," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News