CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

BPK beri opini tanpa pendapat ke dua instansi


Jumat, 20 Juni 2014 / 15:13 WIB
BPK beri opini tanpa pendapat ke dua instansi
ILUSTRASI. Teh daun jati cina, ternyata bisa menyebabkan efek samping jangka panjang jika dikonsumsi secara sembarangan.


Reporter: Widyasari Ginting | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada Jumat (20/06) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) atas 37 Laporan Keuangan Tahun 2013 kementerian dan lembaga di Auditorium BPK, Jakarta Selatan. Dari laporan itu, dua instansi yaitu Badan Informasi Geopasial (BIG) dan Kementerian Ekonomi Pariwisata (Kemparekraf) mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) dari BPK.

Anggota BPK RI Agus Joko Pramono bilang, pemberian opini TMP terhadap Badan Informasi Geospasial dan Kemparekraf ini disebabkan karena BPK tidak dapat mengambil hubungan antara bukti-bukti yang disampaikan, dengan standar akuntansi pemerintahan yang ada dalam laporan keuangan kedua instansi ini. Menurutnya dalam laporan keuangan BIG terdapat alokasi anggaran untuk pembuatan peta yang memakan biaya yang cukup besar, sehingga proses pertanggung jawabannya masih dilakukan pendalaman lebih lanjut.

"Pertanggung jawaban detail ini kaitannya apakah dia masuk jasa konsultasi atau jasa lainnya dalam proses pengadaan barang dan jasa karena model pertanggung jawabnya berbeda," jelas Agus. Sedangkan pada Kemenparekraf, Agus bilang terdapat event-event belum ada pertanggung jawaban secara tegas dalam rentang waktu yang tersedia.

Auditor utama  III BPK Rochmadi Saptogiri menjelaskan, ada enam hal yang membuat Kemparekraf mendapat opini TPS. Semua itu terkait belanja barang di Kemparekraf yang mencapai Rp 1,28 triliun. "Mulai dari penganggaran, pelelangan, penyususnan HBS, kemudian realisasi pembayaran yang belum didukung bukti dan seterusnya," ujar Rochmadi. Rochmadi juga bilang BPK juga tidak dapat meyakini nilai aset yang dicantumkan dalam laporan keuangan Kemparekraf.

Menindak lanjuti beberapa K/L yang masih belum memperoleh opini Wajib Tanpa Pengecualian (WTP), Agus bilang BPK akan mengumpulkan entitas-entitas tersebut untuk diberikan penjelasan lebih detail, tekait mekanisme yang dapat mereka lakukan untuk dapat memperoleh opini WTP di masa mendatang.

Wakil Ketua BPK Hasan Bisri bilang bahwa pemberian opini yang dilakukan oleh BPK ini bukan didasari oleh pencapaian target di masing-masing entitas, melainkan bagaimana entitas-entitas tersebut mengelola sumber-sumber yang ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×