kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BPJS bayar nyicil, rumah sakit rugi


Sabtu, 22 Februari 2014 / 13:30 WIB
BPJS bayar nyicil, rumah sakit rugi
ILUSTRASI. Pemerintah belum siap menerapkan pajak karboni. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/wsj.


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang belum sempurna dan memiliki sejumlah pekerjaan rumah. Salah satunya adalah pembayaran klaim JKN oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan kepada pihak rumah sakit yang bekerjasama, dilakukan secara bertahap atau tidak dipenuhi 100%.
 
Pembayaran klaim yang bertahap menyebabkan rumah sakit harus memenuhi sendiri sejumlah kebutuhan dana operasionalnya. Walaupun pada akhirnya rumah sakit menerima penggantian dana tersebut dari pembayaran klaim JKN, kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada pelayanan rumah sakit yang kurang maksimal terhadap pasiennya.

"Kami akan berusaha maksimal supaya mekanisme pemenuhan klaim tidak sampai memengaruhi pelayanan rumah sakit. Kami juga sudah mengajukan permohonan bantuan pada Gubernur dan Wakil Gubernur, supaya ada bantuan pemenuhan dana," ujar Direktur Utama RSUD Tarakan Koesmedi Prihanto pada temu media bersama BPJS Kesehatan yang membahas pelaksanaan JKN 2015 di Jakarta, Kamis (20/2/2014).
 
Sampai sekarang, RSUD Tarakan menerima 77% dari total klaim Rp 11 miliar untuk Januari 2014. RSUD Tarakan juga belum menerima utuh penggantian klaim untuk Jamkesmas 2013. Dari total pengajuan klaim Rp 8 miliar, RSUD hanya menerima Rp 5 miliar. Koesmedi mengatakan, Kementerian Kesehatan RI akan membayar sisa klaim Rp 3 miliar.
 
"Sekarang ini, untuk obat kami 'mengutang' dulu pada pedagang besar farmasi, dan akan dibayar tiga bulan setelah barang didapatkan. Kami memprioritaskan gaji pegawai, kebutuhan makan pasien, dan operasional lainnya. Kami percaya kalau JKN disusun berdasarkan paket atau unit cost fasilitas kesehatan tidak akan merugi," kata Koesmedi.
 
Pemenuhan sisa dana sebesar 23%, kata Koesmedi, berasal dari keuangan manajemen rumah sakit. Hal ini tidak menjadi masalah kalau rumah sakit lebih banyak menerima pasien dengan tingkat keparahan rendah (severity 1), misalnya penderita tipes. Sayangnya, RSUD Tarakan lebih banyak menerima pasien dengan severity 3, dengan jumlah total pasien per hari 900-1.000 orang. Akibatnya pemasukan RSUD Tarakan untuk kegiatan operasional per hari, lebih kecil dibanding fasilitas kesehatan lain.
 
"Karena itu kami berharap ada peninjauan ulang untuk mekanisme pembayaran maupun penetapan harga paket. Untuk tarif beberapa paket mungkin harus direvisi, karena komponennya memang sangat mahal. Belum lagi ditambah operasional harian," ujar Koesmedi.
 
Terkait hal ini, Direktur Hukum Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro mengatakan, sistem pembayaran bertahap bertujuan menertibkan administrasi tanpa mengorbankan keadaan keuangan rumah sakit. Rumah sakit yang memasukkan laporan klaim lebih awal, akan mendapatkan prioritas proses verifikasi. Selanjutnya rumah sakit akan mendapat 50% dari pengajuan dana klaim total.
 
"Sisanya akan menyusul tepat sebelum dan sesudah proses verifikasi klaim, masing masing sebesar 25 persen. Rumah sakit tak perlu khawatir. Klaim tersebut pasti akan dibayar seutuhnya. Kalau sampai penggantian terlambat, BPJS terkena denda sebesar satu persen dari 50 persen sisa klaim yang belum dibayar," kata Purnawarman. (Rosmha Widiyani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×