kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Bos KPK: RUU KPK beda dengan kesepakatan


Kamis, 18 Februari 2016 / 18:08 WIB
Bos KPK: RUU KPK beda dengan kesepakatan


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Laode M Syarief Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bila seluruh pimpinan KPK menolak pembahasan Revisi Undang-Undang KPK (RUU KPK).

Alasannya, keempat poin yang tertuang dalam RUU KPK seluruhnya melemahkan posisi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.

Laode bercerita, empat poin RUU KPK yang beredar saat ini tidak sesuai dengan poin RUU KPK yang sebelumnya telah disepakati oleh Pimpinan KPK lama (Ruki Cs) dengan pemerintah.

Asal tahu saja, empat poin yang telah disepakati itu adalah KPK berwenang untuk mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri, penyadapan tidak perlu ijin pengadilan, adanya dewan pengawas etika, dan KPK diberikan kewenangan menerbitkan SP3.

"Setelah kami melihat draf dari Badan Legislatif (Baleg) yang disampaikan ke KPK, kami bilang itu melemahkan KPK," kata Syarief, Kamis (17/2).

Asal tahu saja, empat poin RUU KPK yang baru berisikan KPK tidak berwenang mengangkat penyidik dan penyelidik independen, penyadapan harus berdasarkan ijin dewan pengawas, adanya dewan pengawas, dan KPK dapat menerbitkan SP3.

Terkait empat poin tersebut, kelima pimpinan KPK sudah mengirimkan surat keberatan dan menolak pembahasan RUU KPK kepada DPR.

Selain itu, pekan lalu Baleg telah menyepakati 12 poin RUU KPK yang rencananya dibahas di rapat paripurna hari ini.

Isi dari ke 12 poin tersebut:

1. Nomenklatur "Kejaksaan Agung Republik Indonesia" dalam pasal 11 ayat 2, pasal 45 ayat 1 dan 2, pasal 45A ayat 2, dan pasal 45B diubah menjadi "Kejaksaan' sebagaimana tertulis dalam undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK.

2. Nomenklatur "kepolisian Negara Republik Indonesia" dalam pasal 11 ayat 2, 43 ayat 1 dan 2, pasal 43A ayat 2, pasal 43B, pasal 45 ayat 1 dan ayat 2, pasal 45A ayat 2, pasal 45B diubah menjadi "kepolisian" sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

3. Frasa "Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana" dalam pasal 38 dan pasal 46 ayat 1 diubah menjadi "Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana.

4. Pasal 32 ditambahkan ketentuan bahwa "Pimpinan KPK yang mengundurkan diri, dilarang menduduki jabatan publik".

5. Pasal 32 ayat 1 huruf c ditambahkan  ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

6. Pasal 37D, tugas dewan pengawas ditambah yakni; a. memberikan izin penyadapan dan penyitaan b. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK.

7. Pasal 37D, dalam memilih dan mengangkat dewan pengawas, presiden membentuk panitia seleksi.

8. Pasal 37E, ditambahkan 1 ayat dengan rumusan "anggota dewan pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik".

9. Pasal 40 mengenai SP3, pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada dewan pengawas, serta dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian perkara.

10. Pasal 43 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyelidik sendiri sesuai dalam persyaratan dalam undang-undang ini.

11. Pasal 45, ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang ini.

12. Pasal 47A dalam keadaan mendesak, penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari dewan pengawas terlebih dahulu

Asal tahu saja, hingga saat ini sudah ada tiga fraksi yang menolak pembahasan RUU KPK, yakni Demokrat, Gerindra dan PKS.

Ruhut Sitompul anggota Komisi III Dari fraksi Demokrat menegaskan bila partainya tegas menolak pembahasan RUU KPK dengan alasan peran KPK masih tetap diperlukan untuk pemberantasan korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×