Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan perihal kepastian berlanjut atau tidaknya skema burden sharing yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga tahun 2022.
Menanggapi hal itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kalau bank sentral bersama dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terus melakukan koordinasi. Ia mengisyaratkan, kalau burden sharing dengan skema surat keputusan bersama (SKB) I tertanggal 16 April 2020 bisa dilanjutkan hingga tahun 2022.
“Sudah ada pembahasan baik di Badan Anggaran (Banggar) dan bu Menkeu sudah bahas, untuk SKB I masih bisa dilanjutkan di tahun 2021 hingga tahun 2022, sesuai dengan UU no. 2 tahun 2020,” jelas Perry dalam rapat kerja bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin (28/9).
Dalam skema ini, berarti BI bisa membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar perdana melalui mekanisme pasar. Bank setral akan bertindak sebagai stand-by buyer dalam hal kapasitas pasar tidak mampu menyerap target lelang penerbitan SBN oleh pemerintah.
Pembeliannya pun dilaksanakan dalam tiga tahap. Pertama, sebagai non-competitive bidder, BI bisa melakukan bidding SUN maksimal 25% dari target maksimum dan bidding terhadap SBSN dengan tennor di atas 1 tahun maksimal 30% dari target lelang maksimum.
Kedua, dengan green shoe option bila bid yang masuk lebih rendah dari target lelang. Dalam tahap ini, maksimal penawaran yang bisa diajukan oleh BI dan yield harus sama dengan penawaran sebelumnya.
Baca Juga: Skema burden sharing bakal dilanjutkan? Ini penjelasan Gubernur BI
Ketiga, bila dalam dua tahap tersebut pemerintah belum juga mencapai target, maka pemerintah bisa menggunakan lelang tahap private placement. Dalam tahap ini, terms and condition sesuai dengan kesepakatan dan yield mengacu pada harga pasar terkini (PT. PHEI).
Sementara itu, BI juga telah meneken SKB jilid II tertanggal 7 Juli 2020 untuk membantu biaya penanganan dampak pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Bank sentral bersedia untuk secara langsung menanggung beban bunga utang hingga 100% dari beban untuk public good dan sebagian beban non-public goods.
Kalau skema burden sharing SKB II ini, BI mengatakan kalau dirinya bersama Sri Mulyani masih melakukan pendalaman terkait hal itu. “Kemarin di Badan Anggaran (Banggar) sudah disinggung, kalau tahun ini tidak terealisasikan sepenuhnya gimana? Nah, ini bisa di carry over tahun depan khusus untuk 2020. Kalau realisasinya belum semua, ya. Ini bisa dilanjutkan,” katanya.
Perry juga menambahkan, tentu saja pertimbangan akan keputusan ke depan akan terus melihat perkembangan dampaknya terhadap inflasi juga pertumbuhan ekonomi. Dalam hal inflasi, Perry memang mengaku kalau inflasi di tahun ini bergerak rendah, tetapi ini tetap akan dijadikan perhatian kalau burden sharing SKB II nantinya bakal dilanjutkan di tahun depan.
“Namun, kami tetap memiliki skenario pendukung kedua, ketiga, dan selanjutnya yang bisa dilakukan untuk menghadapi dampaknya ke inflasi. terutama, kalau inflasi nantinya akan naik bagaimana?” ujarnya.
Akan tetapi, Perry menegaskan kalau meski pembicaraan terkait keberlanjutan burden sharing SKB II merupakan hal yang penting, tetapi saat ini bank sentral bersama dengan pemerintah akan mau memberatkan fokus dalam memantau pemulihan kondisi domestik akibat Covid-19.
Terutama, adalah bagaimana cara memulihkan perekonomian dari dampak Covid-19 dan juga menekan angka penyebaran pandemi tersebut. Selain itu, bank sentral juga akan fokus dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, juga menimbang dampak ke keuangan BI.
Selanjutnya: Per 24 September, BI sudah beli SBN Rp 183,48 triliun dalam skema burden sharing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News